PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK AUD
Disusun
oleh:
Nama : Angguspa Selvera
Nim :
06141181419064
PG PAUD
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Sriwijaya
KECERDASAN JAMAK
Dari segi terminology jamak berarti
banyak atau lebih dari satu. Berarti kecerdasan jamak itu kecerdasan yang lebih
dari satu. Dalam bahasa aslinya kecerdasan jamak dikenal dengan istilah Multiple
Intellegence(MI).
Teori Multiple Intelligences bertujuan
untuk mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi
setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner
(1993) menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai,
ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja
yang sukses untuk masa depan seseorang.
Menurut Gardner, kecerdasan
seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa,
kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan
interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Kecerdasan MI adalah berbagai jenis
kecerdasan yang dapat dikembangkan pada anak, antara lain verbal-linguistik
(kemampuan menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat,presentasi pidato,diskusi,tulisan),
logical-mathematical (kemampuan logika-matematik dalam memacahkan berbagai
masalah), visual spatial (kemampuan berpikir tiga dimensi), bodily-kinesthetic
(keterampilan gerak,menari,olahraga), musical (kepekaan dan kemampuan berekspresi
dan bunyi, nada, melodi, irama), intrapersonal (kemampuan memahami dan
kengendalikan diri sendiri), interpersonal (kemampuan memahami dan menyesuaikan
diri dengan orang lain), naturalist ( kemampuan memahami dan memanfaatkan
lingkungan).
Kecerdasan jamak yaitu pandangan
baru tentang kecerdasan yang dikemukakan Gadner (seperti yang dituliskan Thomas
Amstrong “Menerapkan Multiple Intelligences di Sekolah” Kaifa 2004 hal 2),
meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan spasial,
kecerdasan kinestetis-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan natural.
Macam-Macam
kecerdasan Jamak
a.
Kecerdasan
Linguistik (Word Smart)
Kecerdasan linguistik merupakan kecerdasan dalam menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini memiliki empat ketrampilan yaitu menyimak, membaca, menulis dan berbicara.
Berikut kiat-kiat mengembangkan kecerdasan linguistik pada anak sejak usia dini :
Kecerdasan linguistik merupakan kecerdasan dalam menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini memiliki empat ketrampilan yaitu menyimak, membaca, menulis dan berbicara.
Berikut kiat-kiat mengembangkan kecerdasan linguistik pada anak sejak usia dini :
- Mengajak anak berbicara sejak bayi
- Membacakan cerita atau mendongeng sebelum tidur atau kapan saja sesuai situasi dan kondisi
- Berdiskusi tentang berbagai hal yang ada di sekitar anak
- Bermain peran
- Memperdengarkan dan memperkenalkan lagu anak-anak
b.
Kecerdasan
Logika Matematika (Number / Reasoning) Smart)
Kecerdasan logika matematika merupakan kecerdasan dalam menggunakan angka dan logika.
Cara mengembangkan kecerdasan logika matematika pada anak antara lain dengan cara :
Kecerdasan logika matematika merupakan kecerdasan dalam menggunakan angka dan logika.
Cara mengembangkan kecerdasan logika matematika pada anak antara lain dengan cara :
- Bermain puzzle, permainan ular tangga, domino dll
- Mengenal bentuk geometri
- Mengenalkan bilangan melalui sajak berirama dan lagu
- Eksplorasi pikiran melalui diskusi dan olah pikir ringan
- Memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep matematika
c.
Kecerdasan
Visual Spasial (Picture Smart)
Kecerdasan
visual spasial merupakan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar untuk
memecahkan sesuatu masalah atau menemukan jawaban.
Cara mengembangkan kecerdasan visual spasial pada anak adalah sebagai berikut :
Cara mengembangkan kecerdasan visual spasial pada anak adalah sebagai berikut :
- Mencorat coret
- Menggambar dan melukis
- Kegiatan membuat prakarya atau kerajinan tangan
- Mengunjungi berbagai tempat dapat memperkaya pengalaman visual anak
- Melakukan permainan konstruktif dan kreatif
- Mengatur dan merancang
d.
Kecerdasan
Kinestetik (Body Smart)
Kecerdasan
kinestetik adalah suatu kecerdasan dimana saat menggunakannya seseorang mampu
atau terampil menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan seperti
berlari, menari, membangun sesuatu, melakukan kegiatan seni dan hasta karya.
Cara menstimulasi kecerdasan kinestetik pada anak antara lain sebagai berikut :
- Menari
- Bermain peran / drama
- Latihan ketrampilanfisik
- Olahraga
e.
KecerdasanMusikal(MusicalSmart)
Kecerdasan
musikal adalah kemampuan memahami aneka bentuk musikal dengan cara mempersepsi
(penikmat musik), membedakan (kritikus musik), mengubah (composer) dan
mengekspresikan (penyanyi).
Cara mengembangkan kecerdasan musikal anak antara lain sebagai berikut :
Cara mengembangkan kecerdasan musikal anak antara lain sebagai berikut :
- Beri kesempatan pada anak untuk melihat kemampuan yang ada pada diri mereka,buat mereka lebih percaya diri
- Pengalaman empiris yang praktis, buatlah penghargaan terhadap karya-karya yang dihasilkan anak
- Ajak anak menyanyikan lagu-lagu dengan syair sederhana dengan irama dan birama yang mudah diikuti
f.
Kecerdasan
Interpersonal (People Smart)
Kecerdasan interpersonal adalah berpikir lewat
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Kegiatan yang mencakup
kecerdasan interpersonal yakni memimpin, mengorganisasi, berinteraksi,
berbagi,menyayangi, berbicara, sosialisasi, menjadi pendamai, permainan kelumpok,
klub, teman-teman, kelompok dan kerjasama.
Cara mengembangkan kecerdasan interpersonal pada anak, yakni :
Cara mengembangkan kecerdasan interpersonal pada anak, yakni :
- Mengembangkan dukungan kelompok
- Menetapkan aturan tingkah laku
- Memberi kesempatan bertanggungjawab dirumah
- Bersama-sama menyelesaikan konflik
- Melakukan kegiatan sosial di lingkungan
- Menghargai perbedaan pendapat antara anak dan teman sebaya
- Menumbuhkan sikap ramah dan memahami keragaman budaya lingkungan social
- Melatih kesabaran menunggu giliran
- Berbicara serta mendengarkan pembicaraan orang lain terlebih dahulu
g. Kecerdasan Intrapersonal (Self Smart)
Kecerdasan
intrapersonal adalah kemampuan seseorang untuk berpikir secara reflektif yaitu
mengacu kepada kesadaran reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri
sendiri. Ada pun kegiatan yang mencakup kecerdasan ini adalah berpikir,
meditasi, bermimpi, berdiam diri, mencanangkan tujuan, refleksi, merenung,
membuat jurnal, menilai diri, waktu menyendiri, proyek yang dirintis sendiri
dan menulis instropeksi.
Cara
mengembangkan kecerdasan intrapersonal pada anak sebagai berikut :
- Menciptakan citra diri positif, “aku anak baik”, “saya anak yang rajin membantu ibu”, dll
- Ciptakan suasana serta kondisi yang kondusif di rumah yang mendukung pengembangan kemampuan intrapersonal dan penghargaan diri
- Menuangkan isi hati dalam jurnal pribadi
- Bercakap-cakap memperbincangkan kelemahan, kelebihan dan minat anak
- Membayangkan diri di masa datang, lakukan perencangan dengan anak semisal anak ingin seperti apa bila besar nanti
h.
Kecerdasan Naturalis (Natural Smart)
Kecerdasan naturalis adalah kecerdasan untuk mencintai keindahan alam melalui pengenalan terhadap flora fauna yang terdapat di lingkungan sekitar dan juga mengamati fenomena alam dan kepekaan/kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Stimulasi bagi pengembangan kecerdasan naturalis yakni :
Kecerdasan naturalis adalah kecerdasan untuk mencintai keindahan alam melalui pengenalan terhadap flora fauna yang terdapat di lingkungan sekitar dan juga mengamati fenomena alam dan kepekaan/kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Stimulasi bagi pengembangan kecerdasan naturalis yakni :
- Jalan-jalan di alam terbuka
- Berdiskusi mengenai apa yang terjadi di alam sekitar
- Kegiatan ekostudi agar anak memiliki sikap peduli pada alam sekitar
i.
Kecerdasan
Spiritual
Kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan dalam memandang makna atau hakikat kehidupan ini
sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang
berkewajiban menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-nya.
Cara mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak usia dini antara lain :
Cara mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak usia dini antara lain :
- Melalui teladan dalam bentuk nyata yang diwujudkan dalam perilaku baik lisan, tulisan maupun perbuatan
- Melalui cerita atau dongeng untuk menggambarkan perilaku baik buruk
- Mengamati berbagai bukti-bukti kebesaran Sang Pencipta seperti beragam binatang dan aneka tumbuhan serta kekayaan alam lainnya
- Mengenalkan dan mencontohkan kegiatan keagamaan secara nyata
- Membangun sikap toleransi kepada sesama sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Faktor- faktor
yang mempengaruhi Kualitas Kecerdasan
Kecerdasan multipel dipengaruhi 2
faktor utama yang saling terkait yaitu faktor keturunan (bawaan, genetik) dan
faktor lingkungan. Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika
mempunyai faktor keturunan dan dirangsang oleh lingkungan terus menerus.
Orangtua yang cerdas anaknya
cenderung akan cerdas pula jika faktor lingkungan mendukung pengembangan
kecerdasaannnya sejak didalam kandungan, masa bayi dan balita. Walaupun kedua
orangtuanya cerdas tetapi jika lingkungannya tidak menyediakan kebutuhan pokok
untuk pengembangan kecerdasannya, maka potensi kecerdasan anak tidak akan
berkembang optimal. Sedangkan orangtua yang kebetulan tidak berkesempatan
mengikuti pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena
tidak ada kesempatan atau hambatan ekonomi) anaknya bisa cerdas jika dicukupi
kebutuhan untuk pengembangan kecerdasan sejak di dalam kandungan sampai usia
sekolah dan remaja.
Tingkat kecerdasan seseorang
berbeda-beda karena dalam perkembangan kecerdasan ada beberapa faktor-faktor
kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor
Bawaan
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa
sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan
masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam
satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali,
meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2. Faktor Minat
dan Bawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan
dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan
atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar,
sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat
lebih giat dan lebih baik.
3. Faktor
Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelengensi. Di sini dapat dibedakan
antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau
pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
4. Faktor
Kematangan
Dimana organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan
dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat
dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai
kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak-anak
belulm mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat
sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ
tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal
tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.
Kebutuhan
Pokok Untuk Mengembangkan Kecerdasan
Tiga kebutuhan pokok untuk mengembangkan kecerdasan
antara lain adalah kebutuhan FISIK-BIOLOGIS (terutama untuk pertumbuhan otak,
sistem sensorik dan motorik), EMOSI-KASIH SAYANG (mempengaruhi kecerdasan
emosi, inter dan intrapersonal) dan STIMULASI DINI (merangsang
kecerdasan-kecerdasan lain).
1. Kebutuhan FISIK-BIOLOGIS terutama gizi yang baik
sejak di dalam kandungan sampai remaja terutama untuk perkembangan otak,
pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi
perkembangan kecerdasan, dan ketrampilan fisik untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
2. Kebutuhan EMOSI-KASIH SAYANG : terutama dengan
melindungi, menimbulkan rasa aman dan nyaman, memperhatikan dan menghargai
anak, tidak mengutamakan hukuman dengan kemarahan tetapi lebih banyak
memberikan contoh-contoh dengan penuh kasih sayang.
3. Kebutuhan STIMULASI meliputi rangsangan yang terus
menerus dengan berbagai cara untuk merangsang semua system sensorik dan
motorik. timulasi sebaiknya dilakukan setiap kali ada kesempatan berinteraksi
dengan bayi/balita. misalnya ketika memandikan, mengganti popok, menyusui,
menyuapi makanan, menggendong, mengajak berjalan-jalan, bermain, menonton TV,
di dalam kendaraan, menjelang tidur.
Stimulasi
untuk bayi 0 – 3 bulan dengan cara : mengusahakan rasa nyaman, aman dan
menyenangkan, memeluk, menggendong, menatap mata bayi, mengajak tersenyum, berbicara,
membunyikan berbagai suara atau musik bergantian, menggantung dan menggerakkan
benda berwarna mencolok (lingkaran atau kotak-kotak hitam-putih), benda-benda
berbunyi, mengulingkan bayi kekanan-kekiri, tengkurap-telentang, dirangsang
untuk meraih dan memegang mainan
Umur 3 – 6 bulan ditambah dengan bermain ‘cilukba’,
melihat wajah bayi dan pengasuh di cermin, dirangsang untuk tengkurap,
telentang bolak-balik, duduk.
Umur 6 – 9 bulan ditambah dengan memanggil namanya,
mengajak bersalaman, tepuk tangan, membacakan dongeng, merangsang duduk,
dilatih berdiri berpegangan.
Umur 9 – 12 bulan ditambah dengan mengulang-ulang
menyebutkan mama-papa, kakak, memasukkan mainan ke dalam wadah, minum dari
gelas, menggelindingkan bola, dilatih berdiri, berjalan dengan berpegangan.
Umur 12 – 18 bulan ditambah dengan latihan
mencoret-coret menggunakan pensil warna, menyusun kubus, balok-balok, potongan
gambar sederhana (puzzle) memasukkan dan mengeluarkan benda-benda kecil dari
wadahnya, bermain dengan boneka, sendok, piring, gelas, teko, sapu, lap.
Latihlah berjalan tanpa berpegangan, berjalan mundur, memanjat tangga,
menendang bola, melepas celana, mengerti dan melakukan perintah-perintah
sederhana (mana bola, pegang ini, masukan itu, ambil itu), menyebutkan nama atau
menunjukkan benda-benda.
Umur 18 – 24 bulan ditambah dengan menanyakan,
menyebutkan dan menunjukkan bagian-bagian tubuh (mana mata ? hidung?, telinga?,
mulut ? dll), menanyakan gambar atau menyebutkan nama binatang &
benda-benda di sekitar rumah, mengajak bicara tentang kegiatan sehari-hari
(makan, minum mandi, main, minta dll), latihan menggambar garis-garis, mencuci
tangan, memakai celana – baju, bermain melempar bola, melompat.
Umur 2 – 3 tahun ditambah dengan mengenal dan
menyebutkan warna, menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin,
tinggi-rendah, banyak-sedikit dll), menyebutkan nama-nama teman, menghitung
benda-benda, memakai baju, menyikat gigi, bermain kartu, boneka, masak-masakan,
menggambar garis, lingkaran, manusia, latihan berdiri di satu kaki, buang air
kecil / besar di toilet.
Setelah umur 3 tahun selain mengembangkan kemampuan-kemampuan umur sebelumnya, stimulasi juga di arahkan untuk kesiapan bersekolah antara lain : memegang pensil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah sederhana (buang air kecil / besar di toilet), dan kemandirian (ditinggalkan di sekolah), berbagi dengan teman dll. Perangsangan dapat dilakukan di rumah (oleh pengasuh dan keluarga) namun dapat pula di Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak atau sejenisnya.
Setelah umur 3 tahun selain mengembangkan kemampuan-kemampuan umur sebelumnya, stimulasi juga di arahkan untuk kesiapan bersekolah antara lain : memegang pensil dengan baik, menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah sederhana (buang air kecil / besar di toilet), dan kemandirian (ditinggalkan di sekolah), berbagi dengan teman dll. Perangsangan dapat dilakukan di rumah (oleh pengasuh dan keluarga) namun dapat pula di Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak atau sejenisnya.
Ketiga kebutuhan pokok tersebut harus diberikan secara
bersamaan sejak janin didalam kandungan karena akan saling berpengaruh. Bila
kebutuhan biofisik tidak tercukupi, gizinya kurang, sering sakit, maka
perkembangan otaknya tidak optimal. Bila kebutuhan emosi dan kasih sayang tidak
tercukupi maka kecerdasan inter dan antar personal juga rendah. Bila stimulasi
dalam interaksi sehari-hari kurang bervariasi maka perkembangan kecerdasan juga
kurang bervariasi.
Cara Merangsang
Kecerdasan Jamak
Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal ajaklah
bercakap-cakap, bacakan cerita berulang-ulang, rangsang untuk berbicara dan
bercerita, menyanyikan lagu anak-anak dll.
Latih kecerdasan logika-matematik dengan
mengelompokkan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka, halma,
congklak, sempoa, catur, kartu, teka-teki, puzzle, monopoli, permainan komputer
dll.
Kembangkan kecerdasan visual-spatial dengan mengamati gambar, foto, merangkai dan membongkar lego, menggunting, melipat, menggambar, halma, puzzle, rumah-rumahan, permainan komputer dll.
Kembangkan kecerdasan visual-spatial dengan mengamati gambar, foto, merangkai dan membongkar lego, menggunting, melipat, menggambar, halma, puzzle, rumah-rumahan, permainan komputer dll.
Melatih kecerdasan gerak tubuh dengan berdiri satu
kaki, jongkok, membungkuk, berjalan di atas satu garis, berlari, melompat,
melempar, menangkap, latihan senam, menari, olahraga permainan dll.
Merangsang kecerdasan musikal dengan mendengarkan
musik, bernyanyi, memainkan alat musik, mengikuti irama dan nada.
Melatih kecerdasan emosi inter-personal dengan bermain bersama dengan anak yang lebih tua dan lebih muda, saling berbagi kue, mengalah, meminjamkan mainan, bekerjasama membuat sesuatu, permainan mengendalikan diri, mengenal berbagai suku, bangsa, budaya, agama melalui buku, TV dll.
Melatih kecerdasan emosi inter-personal dengan bermain bersama dengan anak yang lebih tua dan lebih muda, saling berbagi kue, mengalah, meminjamkan mainan, bekerjasama membuat sesuatu, permainan mengendalikan diri, mengenal berbagai suku, bangsa, budaya, agama melalui buku, TV dll.
Melatih kecerdasan emosi intra-personal dengan
menceritakan perasaan, keinginan, cita-cita, pengalaman, berkhayal, mengarang
ceritera dll.
Merangsang kecerdasan naturalis dengan menanam biji hingga tumbuh, memelihara tanaman dalam pot, memelihara binatang, berkebun, wisata di hutan, gunung, sungai, pantai, mengamati langit, awan, bulan, bintang dll.
Bila anak mempunyai potensi bawaan berbagai kecerdasan dan dirangsang terus menerus sejak kecil dengan cara yang menyenangkan dan jenis yang bervariasi maka anak kita akan mempunyai kecerdasan yang jamak.
Merangsang kecerdasan naturalis dengan menanam biji hingga tumbuh, memelihara tanaman dalam pot, memelihara binatang, berkebun, wisata di hutan, gunung, sungai, pantai, mengamati langit, awan, bulan, bintang dll.
Bila anak mempunyai potensi bawaan berbagai kecerdasan dan dirangsang terus menerus sejak kecil dengan cara yang menyenangkan dan jenis yang bervariasi maka anak kita akan mempunyai kecerdasan yang jamak.
Teori psikososial Erikson
Psikososial Tahap 1Trust vs Mistrust (kepercayaan vs kecurigaan)
Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun (infancy).
Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan rasa percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga (yang merawat) bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si penjaga, dia akan merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar.
Kegagalan mengembangkan rasa percaya menyababkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.
Psikososial Tahap 2
Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu.
Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa balita yang berlangsung mulai usia 1-3 tahun (early childhood).
Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun yang dia mau.
Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun sebalikny, jika anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang dia inginkan tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Sehingga orang tua dalam mendidik anak pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak. Karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.
Psikososial Tahap 3
Inisiatif vs kesalahan
Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age)
Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.
Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.
Psikososial Tahap 4
Kerajinan vs inferioritas
Tahap ini merupakan tahp laten usia 6-12 tahun (school age) ditingkat ini anak mulai keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga semua aspek memiliki peran misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil melalui tuntutan tersebut. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat baik pada tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua karakteristik yang ada. Dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.
Psikososial Tahap 5
Identitas vs kekacauan identitas
Tahap ini merupakan tahap adolense (remaja), dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 12-18 tahun/anak. Di dalam tahap ini lingkup lingkungan semakin luas, tidak hanya di lingkungan keluarga atau sekolah, namun juga di masyarakat. Pencarian jati diri mulai berlangsung dalam tahap ini. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut.
Psikososial Tahap 6
Keintiman vs isolasi
Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal (young adult), usia sekitar 18/20-30 tahun. Dalam tahap ini keintiman dan isolasi harus seimbang untuk memunculkan nilai positif yaitu cinta. Cinta yang dimaksud tidak hanya dengan kekasih melainkan cinta secara luas dan universal (misal pada keluarga, teman, sodara, binatang, dll).
Psikososial Tahap 7
Generatifitas vs stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) ditempati oleh orang-orang yang berusia yang berusia sekitar 20 tahunan sampai 55 tahun (middle adult). Dalam tahap ini juga terdapat salah satu tugas yang harus dicapai yaitu dapat mengabdikan diri guna mencapai keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generatifitas) dengan tidak melakukan apa-apa (stagnasi). Harapan yang ingin dicapai dalam masa ini adalah terjadinya keseimbangan antara generatifitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generational dan otoritisme. Generational merupakan interaksi yang terjalin baik antara orang-orang dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme merupakan interaksi yang terjalin kurang baik antara orang dewasa dengan para penerusnya karena adanya aturan-aturan atau batasan-batasan yang diterapkan dengan paksaan.
Psikososial Tahap 8
Integritas vs keputus asaan
Tahap ini merupakan tahap usia senja (usia lanjut). Ini merupakan tahap yang sulit dilewati karena orang pada masa ini cenderung melakukan introspeksi diri. Mereka akan memikirkan kembali hal-hal yang telah terjadi pada masa sebelumnya, baik itu keberhasilan maupun kegagalan. Jika dalam masa sebelumnya orang tersebut memiliki integritas yang tinggi dalam segala hal dan banyak mencapai keberhasilan maka akan menimbulkan kepuasan di masa senja nya. Namun sebaliknya, jika orang tersebut banyak mengalami kegagalan maka akan timbul keputus asaan.
Teori
Perkembangan Sigmund Freud
Freud merupakan teoritisi pertama yang memusatkan perhatiannya kepada perkembangan kepribadian dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan awal anak dalam membentuk karakter seseorang. Freud yakin bahwa struktur dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun dan perkembangan kepribadian sesudah usia 5 tahun sebagian besar hanya merupakan elborasi dari struktur dasar tadi.
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi 3 tahapan yakni:
1. tahap infatil (0 – 5 tahun)
Tahap infatil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi 3 fase, yakni:
A). Fase Oral (usia 0 – 1 tahun)
Mulut merupakan sumber kenikmatan utama. Dua macam aktivitas oral di sini, yaitu menggigit dan menelan makanan, merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Kenikmatan yang diperoleh dari inkorporasi oral dapat dipindahkan ke bentuk-bentuk inkorporasi lain, seperti kenikmatan setelah memperoleh pengetahuan dan harta. Misalnya, orang yang senang ditipu adalah orang yang mengalami fiksasi pada taraf kepribadian inkorporatif oral. Orang seperti itu akan mudah menelan apa saja yang dikatakan orang lain.
B). Fase Anal (usia 1 – 3 tahun)
Kenikmatan akan dialami anak dalam fungsi pembuangan, misalnya menahan dan bermain-main dengan feces, atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari.
C). Fase Falis (3 – 5/6 tahun)
Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah kenikmatan seksual laki-laki. Sebaliknya pada anak wanita merasakan kekurangan akan penis karena hanya mempunyai klitoris, sehingga terjadi penyimpangan jalan antara anak wanita dan laki-laki. Lebih lanjut, pada tahap ini anak akan mengalami Oedipus complex, yaitu keinginan yang mendalam untuk menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin dengannya. Misalnya anak laki-laki akan mengalami konflik oedipus, ia mempunyai keinginan untuk bermain-main dengan penisnya. Dengan penis tersebut ia juga ingin merasakan kenikmatan pada ibunya.
Freud merupakan teoritisi pertama yang memusatkan perhatiannya kepada perkembangan kepribadian dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan awal anak dalam membentuk karakter seseorang. Freud yakin bahwa struktur dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun dan perkembangan kepribadian sesudah usia 5 tahun sebagian besar hanya merupakan elborasi dari struktur dasar tadi.
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi 3 tahapan yakni:
1. tahap infatil (0 – 5 tahun)
Tahap infatil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi 3 fase, yakni:
A). Fase Oral (usia 0 – 1 tahun)
Mulut merupakan sumber kenikmatan utama. Dua macam aktivitas oral di sini, yaitu menggigit dan menelan makanan, merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Kenikmatan yang diperoleh dari inkorporasi oral dapat dipindahkan ke bentuk-bentuk inkorporasi lain, seperti kenikmatan setelah memperoleh pengetahuan dan harta. Misalnya, orang yang senang ditipu adalah orang yang mengalami fiksasi pada taraf kepribadian inkorporatif oral. Orang seperti itu akan mudah menelan apa saja yang dikatakan orang lain.
B). Fase Anal (usia 1 – 3 tahun)
Kenikmatan akan dialami anak dalam fungsi pembuangan, misalnya menahan dan bermain-main dengan feces, atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari.
C). Fase Falis (3 – 5/6 tahun)
Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah kenikmatan seksual laki-laki. Sebaliknya pada anak wanita merasakan kekurangan akan penis karena hanya mempunyai klitoris, sehingga terjadi penyimpangan jalan antara anak wanita dan laki-laki. Lebih lanjut, pada tahap ini anak akan mengalami Oedipus complex, yaitu keinginan yang mendalam untuk menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin dengannya. Misalnya anak laki-laki akan mengalami konflik oedipus, ia mempunyai keinginan untuk bermain-main dengan penisnya. Dengan penis tersebut ia juga ingin merasakan kenikmatan pada ibunya.
2. Tahap
laten (5 – 12 tahun)
Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah), dan dalam tahap ini seksualitas seakan-akan mengendap, tidak lagi aktif dan menjadi laten.
3. Tahap genital (> 12 tahun)
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira dari masa pubertas dan seterusnya. Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan.
Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah), dan dalam tahap ini seksualitas seakan-akan mengendap, tidak lagi aktif dan menjadi laten.
3. Tahap genital (> 12 tahun)
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira dari masa pubertas dan seterusnya. Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan.
Teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg
Pengertian Perkembangan Moral
Pengertian perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses
perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas
kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru (Reni Akbar Hawadi : 2001). Helden
(1977) dan Richards (1971) berpendapat moral adalah suatu kepekaan dalam
pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan-tindakan lain yang
tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Kita
telah mengetahui arti dari kedua suku kata yaitu perkembangan dan moral maka
selanjutnya yaitu kita mulai memahami arti dari gabungan dua kata tersebut
“Perkembangan Moral” Santrock (1995) Perkembangan moral adalah perkembangan
yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral
adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan
dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam
kelompok sosial.
Perkembangan Moral
menurut Lawrence Kohlberg
Kohlberg mengemukakan teori perkembangan
moral berdasar teori Piaget, yaitu dengan pendekatan organismik (melalui
tahap-tahap perkem-bangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara
universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang
mendasari perilaku moral (moral behavior).Tahapan perkembangan moral adalah
ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran
moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence
Kohlberg. Teori ini berpandangan bahwa
penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat
teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring
penambahan usia yang semula diteliti Piaget,yang menyatakan bahwa logika dan
moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas
pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada
prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama
kehidupan,walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari
penelitiannya. Kohlberg menggunakan cerita-cerita tentang dilema moral dalam
penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi
tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama.
Tiga Level dan Enam Tahap Penalaran Moral menurut Kohlberg
Level
|
Rentang Usia
|
Tahap
|
Esensi Penalaran Moral
|
Level 1 : Moralitas prakonvensional
|
Ditemukan pada anak-anak prasekolah, sebagian besar anak-anak SD,
sejumlah siswa SMP, dan segelintir siswa SMU
|
Tahap 1 : Hukuman – penghindaran dan kepatuhan (Punishment – avoidance
and obedience)
|
Orang membuat keputusan berdasarkan apa yang terbaik bagi mereka, tanpa
mempertimbangkan kebutuhan atau perasaan orang lain. Orang mematuhi peraturan
hanya jika peraturan tersebut dibuat oleh orang-orang yang lebih berkuasa,
dan mereka mungkin melanggarnya bila mereka merasa pelanggaran tersebut tidak
ketahuan orang lain. Perilaku yang “salah” adalah perilaku yang akan
mendapatkan hukuman
|
Tahap 2 : Saling memberi dan menerima (Exchange of favors)
|
Orang memahami bahwa orang lain juga memiliki kebutuhan. Mereka mungkin
mencoba memuaskan kebutuhan orang lain apabila kebutuhan mereka sendiri pun
akan memenuhi perbuatan tersebut (“bila kamu mau memijat punggungku; aku pun
akan memijat punggungmu”). Mereka masih mendefinisikan yang benar dan yang
salah berdasarkan konsekuensinya bagi diri mereka sendiri.
|
||
Level 2 : Moralitas konvensional
|
Ditemukan pada segelintir siswa SD tingkat akhir, sejumlah siswa SMP, dan
banyak siswa SMU (Tahap 4 biasanya tidak muncul sebelum masa SMU)
|
Tahap 3 : Anak baik (good boy/good girl)
|
Orang membuat keputusan melakukan tindakan tertentu semata-mata untuk
menyenangkan orang lain, terutama tokoh-tokoh yang memiliki otoritas (seperti
guru, teman sebaya yang populer). Mereka sangat peduli pada terjaganya
hubungan persahabatan melalui sharing, kepercayaan, dan kesetiaan, dan juga
mempertimbangkan perspektif serta maksud orang lain ketika membuat keputusan.
|
Tahap 4 : Hukum dan tata tertib (Law and keteraturan).
|
Orang memandang masyarakat sebagai suatu tindakan yang utuh yang
menyediakan pedoman bagi perilaku. Mereka memahami bahwa peraturan itu
penting untuk menjamin berjalan harmonisnya kehidupan bersama, dan meyakini
bahwa tugas mereka adalah mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Meskipun
begitu, mereka menganggap peraturan itu bersifat kaku (tidak fleksibel);
mereka belum menyadari bahwa sebagaimana kebutuhan masyarakat berubah-ubah,
peraturan pun juga seharusnya berubah.
|
||
Level 3 : Moralitas postkonvensional
|
Jarang muncul sebelum masa kuliah
|
Tahap 5 : Kontrak Sosial (Social contract).
|
Orang memahami bahwa peraturan-peraturan yang ada merupakan representasi
dari persetujuan banyak individu mengenai perilaku yang dianggap tepat.
Peraturan dipandang sebagai mekanisme yang bermanfaat untuk memelihara
keteraturan social dan melindungi hak-hak individu, alih-alih sebgai perintah
yang bersifat mutlak yang harus dipatuhi semata-mata karena merupakan
“hukum”. Orang juga memahami fleksibilitas sebuah peraturan; peraturan yang
tidak lagi mengakomodasi kebutuhan terpenting masyarakat bisa dan harus
dirubah.
|
Tingkat 6 : Prinsip etika universal (tahap ideal yang bersifat hipotetis,
yang hanya dicapai segelintir orang)
|
Orang-orang setia dan taat pada beberapa prinsip abstrak dan universal
(misalnya, kesetaraan semua orang, penghargaan terhadap harkat dan martabat
manusia, komitmen pada keadilan) yang melampaui norma-normadan
peraturan-peraturan yang spesifik. Mereka sangat mengikuti hati nurani dan
karena itu bisa saja melawan peraturan yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip etis mereka sendiri.
|
Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Dini
Bicara merupakan salah satu alat komunikasi yang paling efektif. Semenjak anak masih bayi sering kali dengan menggunakan bahasa tubuh dapat memenuhi kebutuhannya. Namun hal tersebut kurang di mengerti oleh orang dewasa apa yang dimaksud oleh anak. Oleh karena itu baik bayi maupun anak kecil selalu berusaha agar orang lain mengerti maksudnya. Hal ini yang mendorong orang untuk belajar berbicara dan membuktikan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang paling efektif dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang lain yang dipakai anak sebelum pandai berbicara.Secara garis besar ada dua ketrampilan berbahasa, yaitu ketrampilan bahasa lisan dan ketrampilan bahasa tulis. Dan secara umum ketrampilan bahasa dibagi menjadi empat, yaitu menyimak, bicara, membaca, menulis. Secara real, anak-anak perlu untuk mempelajari ketrampilan bahasa terutama bahasa lisan. Secara umum tahap-tahap dalam anak yaitu:
- Aquisition (akuisisi), merupakan bahasa pertama yang dipelajari oleh anak, biasa disebut dengan bahasa ibu (menirukan dan mendengarkan) dan merupakan bahasa lisan. Dimulai dari usia 0-6 tahun, bahasa yang dipelajari ataupun yang digunakan merupakan kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata-kata yang lain.
- Learning (belajar), anak mulai belajar bahasa tulis dan dimulai setelah anak lulus dari TK. Di TK anak belajar menulis ataupun membaca itu hanya sebagai pembiasaan untuk melatih motorik anak.
- Aliran sufisme, menganggap bahwa bahasa sebagai perjanjian natar anggota masyarakat karena bahasa adalah sistem lambang.
- Aliran soijin, menganggap bahasa sebagai kemampuan yang bersifat alamiah.
- Plato dan Aristoteles, mengungkapkan bahasa sebagai interaksi anatara kedua pernyataan tersebut. Jadi, selain bersifat alamiah bahasa itu uga dipengaruhi oleh lingkungan.
- Buhler, berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi tidak terlepas dari konteks sosial.
- Chomsky, bahasa itu berkaitan dengan kognitif seseorang.
Para ahli mengemukakan ada karakteristik bahasa, yaitu:
- Sistematis, bahasa mempunyai aturan, bersifat teratur dan memiliki pola-pola yang relatif konsisten.
- Arbitrair (tidak teratur), bahasa terdiri dari hubungan yang arbitrair antara berbagai macam suara dan visual yang jelas, obyek, maupun gagasan.
- Fleksibel, bahasa dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
- Beragam, dalam hal pengucapan bahasa memiliki berbagai variasi, dialek ataupun cara.
- Komplek, kemampuan berpikir dan bernalar dipengaruhi oleh kemampuan menggunakan bahasa yang menjelaskan berbagai konsep, ide maupun hubungan-hubungan yang dapat dimanipulasikan saat berpikir dan bernalar.
- Bahasa menjelaskan keinginan dan kebutuhan individu.
- Dapat mengubah dan mengontrol perilaku.
- Bahasa membantu perkembangan kognitif.
- Bahasa membantu mempererat interaksi dengan orang lain.
- Bahasa mengekspresikan keunikan idividu.
- Fase satu kata atau Holofrase. Pada fase ini anak menggunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang kompleks, baik yang berupa keinginan, perasaan atau temuannya tanpa suatu perbedaan yang jelas. Pada umumnya kata pertama yang diucapkan anak adalah kata benda, setelah beberapa waktu disusul dengan kata kerja dan kemudia kata-kata yang lain.
- Fase lebih dari satu kata. Fase dua kata muncul pada anak usia sekitar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Setelah dua kata, lalu muncul kalimat dengan tiga kata, kemudian empat kata dan seterusnya. Anak pun dapat bercerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana.
- Fase ketiga adalah fase diferensiasi. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Dalam berbicara anak bukan saja menambah kosakatanya akan tetapi anakpun mulai mampu mengucapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya. Anak telah mampu mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya, mampu mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi lebih lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah, memberitahu dan bentuk-bentuk kalimat lain yang umum untuk satu pembicaraan “gaya” dewasa.
- Tahap eksternal. Yaitu terjadi ketika anak berbicara dimana sumber berasal dari luar diri anak yang memberikan pengarahan, informasi dan melakukan suatu tanggung jawab dengan anak.
- Tahap egosentris. Yaitu dimana anak berbicara sesuai dengan jalan pikirannya dan dari pola bicara orang dewasa.
- Tahap Internal. Yaitu dimana dalam proses berpikir anak telah memiliki suatu penghayatan kemampuan berbicara sepenuhnya.
- Reflexsive Vocalization. Pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeluarkan suara tangisan yang masih berupa refleks.
- Babling. Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau tidak nyaman ia akan mengeluarkan suara tangisan. Berbeda dengan sebelumnya, tangisan yang dikeluarkan telah dapat dibedakan sesuai dengan keinginan atau perasaan si bayi.
- Lalling. Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara namun belum jelas. Bayi mulai dapat mendengar pada usia 2 s/d 6 bulan sehingga ia mulai dapat mengucapkan kata dengan suku kata yang diulang-ulang.
- Echolalia . Di tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan ia mulai meniru suara-suara yang di dengar dari lingkungannya, serta ia juga akan menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan ketika ingin meminta sesuatu.
- True Speech. Bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar 18 bulan atau biasa disebut batita. Namun, pengucapannya belum sempurna seperti orang dewasa.
- Teori Nativisme / Nativis (Noam Chomsky), dimana bahas merupakan pembawaan dan bersifat alamiah, menekankkan adanya peran evolusi biologis dalam membentuk individu menjadi makhluk linguistik.
- Teori Behavioristik (Skinner dan Bandura), dimana anak dilahirkan tanpa membawa kemampuan apapun (tabularasa). Anak harus belajar bahasa melalui pngkondisian lingkungan, proses imitasi dan diberikan reinforcement (penguatan).
- Teori Kognitif (Paiget dan Vygotsky), dimana bahasa mempunyai pengaruh yang kecil terhadap perkembangan kognisi.
- Teori Pragmatik (Halliday), dimana tuuan anak belajar bahasa adalah untuk bersosialisasi dan mengarahkan perilaku orang lain agar sesuai keingiannya.
- Teori Interaksionis, dimana bahasa merupakan perpaduan faktor genetik dan lingkungan.
Berbicara bukan hanya sekedar pengucapan kata atau bunyi, melainkan merupakan alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, mengkomunikasikan pikiran, ide atau perasaan. Tipe perkembangan berbicara secar umum ada dua, yaitu:
- Egosentric speech (2-3 tahun), dimana anak berbicara sendiri atau monolog.
- Sosialized speech, terjadi ketika anak berinteraksi dengan teman atau lingkungan.
- Kognisi (proses memperoleh pengetahuan). Tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi cepat lambatnya perkembangan bahasa individu.
- Pola komunikasi dalam keluarga. Dalam suatu keluarga yang pola komunikasinya banyak arah akan mempercepat perkembangan bahasa keluarganya.
- Jumlah anak atau jumlah keluarga. Suatu keluarga yang memiliki banyak anggota keluarga, perkembangan bahasa anak lebih cepat, karena terjadi komunikasi yang bervariasi dibandingkan dengan yang hanya memiliki anak tunggal dan tidak ada anggota lain selain keluarga inti.
- Posisi urutan kelahiran. Perkembangan bahasa anak yang posisi kelahirannya di tengah akan lebih cepat ketimbang anak sulung atau anak bungsu. Hal ini disebabkan anak sulung memiliki arah komunikasi ke bawah saja dan anak bungsu hanya memiliki arah komunikasi ke atas saja.
- Kedwibahasaan (pemakaian dua bahasa). Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan bahasa lebih dari satu atau lebih bagus dan lebih cepat perkembangan bahasanya ketimbang yang hanya menggunakan satu bahasa saja karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara bervariasi.
Bahasa memberikan sumbangan besar dalam perkembangan anak kearah dewasa. Dengan bahasa anak tumbuh dari organisme biologis menjadi pribadi dalam kelompok. Menurut Halliday (1978), fungsi bahasa bagi anak antara lain:
- Fungsi Instrumental, bahasa digunakan sebagai perpanjangan tangan.
- Fungsi Regulatif, bahasa digunakan untuk mengatur orang lain.
- Fungsi Interaksional, bahasa digunakan untuk bersosialisasi.
- Fungsi Personal, bahasa digunakan untuk mengungkapkan perasaan ataupun pendapat.
- Fungsi Heuristic / Mencari Info, bahasa digunakan untuk bertanya.
- Fungsi Imajinatif, bahasa untuk memperoleh kesenangan.
- Fungsi Representatif, bahasa untuk menyampaikan info atau fakta.
- Anak cengeng. Anak yang sering kali menangis dengan berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada fisik maupun psikis anak. Dari segi fisik, gangguan tersebut dapai berupa kurangnya energi sehingga secara otomatis dapat menyebabkan kondisi anak tidak fit. Sedangkan gangguan psikis yang muncul adalah perasaan ditolak atau tidak dicintai oleh orang tuanya, atau anggota keluarga lain.
- Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain. Sering kali anak tidak dapat memahami isi pembicaraan orang tua atau anggota keluarga lain. Hal ini disebabknn kurangnya perbendaharaan kata pada anak. Di samping itu juga dikarenakan orang tua sering kali berbicara sangat cepat dengan mempergunakan kata-kata yang belum dikenal oleh anak. Bagi keluarga yang menggunakan dua bahasa (bilingual) anak akan lebih banyak mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang tuanya atau saudaranya yang tinggal dalam satu rumah. Orang tua hendaknya selalu berusaha mencari penyebab kesulitan anak dalam memahami pembicaraan tersebut agar dapat memperbaiki atau membetulkan apabila anak kurang mengerti dan bahkan salah mengintepretasikan suatu pembicaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar