Senin, 26 Oktober 2015

Stimulasi anak usia 4-8 tahun Bermain sebagai sarana berbagai aspek perkembangan Teori Montessori




Stimulasi anak usia 4-8 tahun
Bermain sebagai sarana berbagai aspek perkembangan
Teori Montessori
UNSRI_C_(4).jpg
Di susun oleh kelompok 10
1.      Amanah Fitriah           ( 06121014030 )
2.      Angguspa Selvera       ( 06141181419064 )
Mata kuliah          : Psikologi Perkembangan II
FKIP PG PAUD
Dosen Pembimbing :Dra. Hj. Syafdahningsih, M.Pd





FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJYA
TAHUN AJARAN 2014/2015


Kata Pengantar
Kami panjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat,taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam tidak lupa kami sanjungkan kepada baginda Rasullullah SAW serta para sahabatnya.
            Makalah  ini berjudul ” Stimulasi anak usia 4-8 tahunBermain sebagai sarana berbagai aspek perkembangan, Teori Montessortugas dari matakuliah Psikologi Perkembangan II yang merupakan hasil dari kerja dan diskusi kelompok kami. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi generasi selanjutnya. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini,semoga ini adalah langkah awal untuk mencapai kesempurnaan pembuatan makalah- makalah dimasa yang akan datang.



                                                                        Indralaya, Maret 2015


Penyusun














DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A.        Latar belakang................................................................................................................iv
B.         Rumusan masalah...........................................................................................................iv
C.         Tujuan............................................................................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN
Kegiatan Belajar 1
1.      Biografi Maria Montessori.................................................................................................1
2.      Sejarah metode montessori.................................................................................................2
Kegiatan belajar 2
1.      Pengertian bermain...........................................................................................................3
2.      Manfaat bermain dan memilih permainan..........................................................................3
3.      Prinsip pelaksanaan metode montessori...............................................................................4
4.      Aspek metode montessori..................................................................................................4
5.      Manfaat bermain bagi perkembangan anak.........................................................................8
6.      Ragam permainan.............................................................................................................9
7.      Implikasi metode montessori di TK.....................................................................................10
8.      Peran guru dalam metode montessori..................................................................................10
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN..............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................








Stimulasi anak usia 4-8 tahun
Bermain sebagai sarana berbagai aspek perkembangan
Teori Montessori

PENDAHULUAN
Banyak para guru dan pendidik sekarang yang kurang memahami bahwa beberapa metode yang sedang berkembang sekarang adalah metode yang sudah lama diterapkan, pada kenyataan metode-metode yang ada dewasa ini, merupakan pengembangan dari metode pendidikan yang dikembangkan dari teori-teori pendidikan dan perkembangan anak para ahli jaman dulu. Salah satu teori tersebut adalah teori dari Metode Montessori.  Metode Montessori adalah suatu metode pendidikan untuk anak-anak, berdasar pada teori perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di akhir abad 19 dan awal abad 20. Metode ini diterapkan terutama di pra-sekolah dan sekolah dasar, walaupun ada juga penerapannya sampai jenjang pendidikan menengah.
Ciri dari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan  klinis dari guru (sering disebut "direktur" atau "pembimbing"). Metode ini menekankan pentingnya  penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik  dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktik. Ciri lainnya adalah adanya penggunaan  peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep.
Walaupun banyak sekolah-sekolah yang menggunakan nama "Montessori," kata itu sendiri bukan  merupakan merk dagang, juga tidak dihubungkan dengan organisasi tertentu saja.












Bermain sebagai sarana berbagai aspek perkembangan
Teori Montessori
Kegiatan belajar 1
Biografi Maria Montessori
Maria+montessori.jpeg
Biografi Maria Montessori. Maria Montessori Lahir di Chiaravalle, Ancona, Italia pada tanggal 31 Agustus 1870 dan meninggal pada bulan Mei tanggal 6 Tahun 1952 pada usia ke 81 di Noordwijk, Netherland adalah seorang pendidik, ilmuwan, dokter Italia. Ia mengembangkan sebuah metode pendidikan anak-anak dengan memberi kebebasan bagi mereka untuk melakukan kegiatan dan mengatur acara harian. Metode ini kelak dikenal dengan Metode Montessori.
Maria Montessori mengenyam pendidikan teknik pada sebuah sekolah teknik dan lulus dengan pujian. Setelah itu ia masuk ke dalam Regio Instituto Tecnico Leonardo da Vinci pada 1886 hingga 1890 untuk mempelajari bahasa dan ilmu alam.
Pada 1890, ia melanjutkan pendidikannya sebagai mahasiswa kedokteran. Sebuah hal yang dipuji dan mengagetkan karena ia adalah mahasiswa kedokteran wanita Italia yang pertama. Pada masa itu, sebuah hal yang mustahil bagi wanita Italia untuk memperoleh pendidikan kedokteran. Ia lulus dari sekolah kedokteran dengan pujian.
Sebagai dokter, ia berkonsentrasi dengan masalah keadaan anak-anak dengan mental terbelakang di panti asuhan. Kebanyakan anak-anak tersebut terganggu mentalnya karena kesalahan orang dewasa.
Pada 1900, ia menjadi sekolah khusus bagi anak-anak yang mengalami kesulitan belajar di Roma. Ia menggunakan caranya sendiri dan berhasil mendidik anak-anak tersebut dengan hasil yang sebaik anak-anak biasa.
Hingga menjelang akhir hidupnya, Maria Montessori terus memberikan kuliah tentang metodenya dan membuka sekolah Montessori di seluruh dunia.
Bekerja dengan anak-anak cacat mental. Setelah lulus dari Universitas Roma tahun 1896, Montessori dilanjutkan dengan penelitiannya di klinik psikiatri Universitas, dan pada tahun 1897 ia diterima sebagai asisten sukarela di sana. Sebagai bagian dari pekerjaannya, ia mengunjungi rumah sakit jiwa di Roma di mana ia mengamati anak-anak cacat mental, pengamatan yang mendasar untuk pekerjaan di masa depan pendidikannya. Dia juga membaca dan mempelajari karya-karya abad ke-19 dokter dan pendidik Jean Marc Gaspard Itard dan Edouard Seguin, yang sangat dipengaruhi pekerjaannya. Juga pada tahun 1897, Montessori mengaudit Program University dalam pedagogi dan membaca "semua karya-karya besar pada teori pendidikan dari dua ratus tahun terakhir".
Montessori terus mengembangkan pedagogi dan model nya pembangunan manusia saat ia memperluas pekerjaan dan diperpanjang untuk anak yang lebih tua. Dia melihat perilaku manusia sebagai dipandu oleh universal, karakteristik bawaan dalam psikologi manusia yang anaknya dan kolaborator Mario Montessori diidentifikasi sebagai "kecenderungan manusia" pada tahun 1957. Selain itu, ia mengamati empat periode yang berbeda, atau "pesawat", dalam pembangunan manusia, membentang dari lahir sampai enam tahun, dari enam sampai dua belas, 12-18, dan 18-24. Dia melihat karakteristik yang berbeda, mode belajar, dan imperatif perkembangan aktif di masing-masing pesawat, dan menyerukan pendekatan pendidikan khusus untuk setiap periode. Selama hidupnya, Montessori mengembangkan metode pedagogi dan bahan untuk dua pesawat pertama, dari lahir sampai usia dua belas, dan menulis dan berceramah tentang pesawat ketiga dan keempat.

Sejarah Metode Montessori
Dr. Maria Montessori mengembangkan "Metode Montessori" sebagai hasil dari penelitiannya terhadap  perkembangan intelektual anak yang mengalami keterbelakangan mental. Dengan berdasar hasil kerja  dokter Perancis, Jean Marc Gaspard Itard dan Edouard Seguin, ia berupaya membangun suatu  lingkungan untuk penelitian ilmiah terhadap anak yang memiliki berbagai ketidakmampuan fisik dan  mental. Mengikuti keberhasilan dalam perlakuan terhadap anak-anak ini, ia mulai meneliti penerapan  dari teknik ini pada pendidikan anak dengan kecerdasan rata-rata.
Pada tahun 1906, Montessori telah cukup dikenal sehingga ia diminta untuk suatu pusat pengasuhan  di distrik San Lorenzo di Roma. Ia menggunakannya sebagai kesempatan untuk mengamati interaksi  anak dengan materi yang ia kembangkan, menyempurnakannya, dan mengembangkan materi baru yang bisa  dipakai anak-anak. Dalam pendekatan yang berpusat pada materi ini, tugas utama guru adalah  mengamati saat anak memilih materi yang dibuat untuk memahami konsep atau keterampilan tertentu.  Pendekatan demikian menjadi ciri utama dari pendidikan Montessori.
Awalnya perhatian Montessori lebih pada anak usia pra-sekolah. Setelah mengamati perkembangan pada  anak yang baru masuk SD, ia dan Mario (anaknya) memulai penelitian baru untuk menyesuaikan  pendekatannya terhadap anak usia SD.
Menjelang ahir hayatnya, dalam buku From Childhood To Adolescence (Dari Masa Kanak-kanak ke Masa  Remaja), Montessori membuat sketsa tentang pandangannya mengenai penerapan metodologinya bagi  pendidikan jenjang menengah dan tinggi.
Dalam perkembangannya, metode Montessori ini banyak diterapkan terutama di pra-sekolah dan sekolah dasar, walaupun akhirnya ada juga penerapannya sampai jenjang pendidikan menengah yang dilakukan dengan penyesuaian perkembangan anak usia dewasa.
Ciri dari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan klinis dari guru (sering disebut “direktur” atau “pembimbing”). Metode ini menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktek. Ciri lainnya adalah adanya penggunaan peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep.


Bermain sebagai sarana berbagai aspek perkembangan
Teori Montessori

Kegiatan Belajar 2
Bermain untuk Anak Usia Dini
1.      Pengertian bermain
·         Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa bermain adalah berbuat sesuatu untuk menyenangkan hati ( dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak ).
·         Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat, yang menghasilkan pengertian dan memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak.
Pengamatan ketika anak bermain secara aktif dan pasif, sangat membantu kita dalam memahami jalan pikiran anak, juga dapat emningkatkan keterampilan kita dalam berkomunikasi. Pemahaman tentang bermain juga membuka wawasan dan menetralkan pendapat kita sehingga menjadi luwes dalam menghadapi kegiatan bermain anak. Hasilnya, segala aspek perkembangan anak dapat kita dukung sepenuhnya. Kita dapat memberikan lebih banyak kesempatan kepada anak-anak untuk bereksplorasi. Dengan demikian, pemahaman tentang konsep maupun pengertian dasar suatu pengetahuan dapat dipahami anak lebih mudah.
Maria Motessori, menekankan bahwa ketika anak bermain, dia akan mempelajari dan menyerap segala sesuatu yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, perencanaan dan persiapan lingkungan belajar anak harus dirancang dengan seksama sehingga segala sesuatu dapat menjadi kesempatan belajar yang sangat menyenangkan.
Teori Montessori menyatakan bahwa lingkungan atau alam sekitar yang mengundang anak untuk menyenangi pembelajarannya. Bermain dengan media permainan yang dipersiapkan pun menjadi penting seperti yang juga ditekankan oleh Mayke dalam bukunya “Bermain dan Permainan”. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktikan, dan mendapat bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Di sinilah proses pembelajaran terjadi. Mereka mengambil keputusan, memilih, menentukan, mencipta, memasang, membongkar, mengembalikan, mencoba, mengeluarkan pendapat dan memecahkan masalah, mengerjakan secara tuntas, bekerja sama dengan teman, dan mengalami berbagai macam perasaan.
2.      Manfaat Bermain dan Memilih Permainan
Dalam bukunya Essensial Montessori, Elizabeth Hainstock menyatakan bahwa metode Montessori tetap relevan digunakan untuk saat ini maupun masa yang akan datang. Hal ini disebabkan konsep Montessori, yang menjadikan kelas sebagai laboratorium, melakukan pengujian terhadap berbagai ide baru maupun perbaikannya demi perkembangan anak. Oleh karena itu, kebutuhan anak selalu berubah sesuai dengan hasil penelitiannya.
Hal ini memberikan dampak pada jenis-jenis alat permainan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Montessori mengelompokkan masa peka anak sembilan tahap, yaitu :
0-3 tahun         : masa penyerapan total, perkenalan, dan pengalaman pancaindra
1,5 – 3 tahun   : Perkembangan bahasa
1,5 – 4 tahun   : perkembangan dan koordinasi antara mata dan otot-ototnya. Perhatian anak pada
                         Benda-benda kecil.
2 – 4 tahun      : perkembangan dan penyempurnaan gerakan-gerakan. Perhatian anak ke hal-hal
                          Yang nyata. Mulai ada kesadaran tentang urutan waktu dan ruang.
2,5 – 6 tahun   : penyempurnaan panca indera
3 – 6 tahun      : peka terhadap pengaruh orang dewasa
3,5 – 4,5 tahun            : mulai mencoret-coret
4 – 4,5 tahun   : indera peraba mulai berkembang
4,5 – 5,5 tahun            : mulai tumbuh minat baca.

3.      Prinsip pelaksanaan metode montessori
a.       Pendidikan anak usia dini ( early childhood )
Perhatikan segala pembiasaan dan pengetahuan dasar yang dibutuhkan dasar yang dibutuhkan anak sesuai dengan perkembangannya. Cara pembelajarannya juga disesuaikan dengan cara belajar anak yang khas, spontan tanpa tekanan, melalui bermain.

b.      Lingkungan pembelajaran ( the learning environment )
Usahakan lingkungan belajar sama dengan keadaan dan lingkungan anak, yaitu rumah. Montessori mengajak anak untuk melakukan pekeraan rumah seperti mencuci baju, mencuci perabot, atau memandikan boneka.

c.       Peran guru ( the role of the teacher )
Guru adalah fasilitator. Dalam proses pembelajaran, lingkungan diciptakan untuk menarik perhatian dan minat anak sehingga berkesan bagi anak. Dengan timbulnya kesan tersebut keingintahuan anak akan muncul sehingga banyak berkomunikasi dengan guru. Dalam hal ini guru mengikuti kebutuhan anak.

4.      Aspek metode montessori
Dalam metode pendidikan Montessori ada beberapa aspek pendidikan yang lingkungan dan merupakan prinsip metode pendidikan Montessori. Diantaranya adalah konsep kebebasan, struktur dan urutan, realistiss dan kealamian, keindahan dan nuansa, serta prinsip alat permainan Montessori.
ASPEK 1: PENTINGNYA KEBEBASAN (CONCEPT OF FREEDOM)
Metode pendidikan Montessori menekankan pentingnya kebebasan. Mengapa? Karena hanya dalam nuansa atau iklim yang bebaslah anaka dapat menunjukkan dirinya kepada kita. Karena kita bertanggung jawab dalam membantu perkembangan fisik mereka, oleh karena itu kita harus menyediakan ruang yang bebas dan terbuka. Alasan kedua, kunci terjadinya perkembangan yang optimal adalah kebebasan. Montessori mengatakan, “Real freedom …. Is a concequence of development”. Kebebasan sejati adalah suatu konsekuensi dari perkembangan. Montessori mengatakan, “Jika anak di hadapkan pada lingkungan yang tepat, dan memberikan peluang kepada mereka unuk secara bebas merespon secara individual terhadap lingkungan tersebut, maka pertumbuhan alami anak terbuka dalam kehidupan mereka”. (dalam David Gettman (1987), “Basic Montessori: Learning Activities for Under-Fives” (New York: St. Martin’ Press), hal 30.)
Oleh karena itu, perkembangan anak harus kita Bantu dengan cara-cara sebagai berikut:
1.      Mereka harus dibantu memperoleh kemandirian melalui lingkungannya. Mereka harus diberikan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong kemandirian. Mereka tidak boleh dibantu orang lain untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya mereka sendiri dapat melakukan.. Mereka harus diajarkan untuk mampu membantu dirinya sendiri seperti memasang kancing, membuka menutup retsleting, menyimpan sepatu dan lain-lain yang dapat membantu dirinya untuk menjadi mandiri. Semua alat bermain dan furniture harus memiliki ukuran yang sesuai dengan anak. Hal ini akan membuat mereka dapat mengendalikan alat bermain tersebut. Sehingga mereka akan merasa nyaman dan aman melakukan segala aktifitas yang emreka inginkan.
2.      Anak harus dibantu untuk mengembangkan kemauan (tekad dan daya juang) dengan cara melatih mereka mengkoordinasikan tindakannya untuk mencapai suatu tujuan yang tertentu yang harus mereka capai.
3.      Anak harus dibantu mengembangkan disiplin dengan cara memberikan kesempatan/peluang kepada mereka untuk melakukan aktifitas konstruktif.
4.      Anak harus dibantu mengembangkan pemahaman mereka tentang baik dan buruk.
Montessori juga mengingatkan kita untuk memahami bahwa hanya tindakan yang bersifat destruktif yang harus kita batasi. Semua aktifitas lain yang konstruktif, apapun itu, dengan cara apapun mereka melakukannya, hendaknya kita perbolehkan dan kita amati dan arahkan.
Secara lebih jauh Montessori menyebutkan beberapa hal yang harus kita batasi atau arahkan dalam membeirkan aktifitas kepada meraka antara lain sebgai berikut:
1.      Menghormati orang lain; anak bebas untuk melakukan aktifitas apa saja sejauh tidak melanggar/merampas hak orang lain dalam kelas;
2.      Menghormati barang mainan; anak kita dorong untuk dapat melakukan aktifitas dengan semua alat bermain sejauh mereka menggunakannya dengan cara yang benar. Mereka dapat menggunakan alat bermain apa saja sejauh tidak merusak barang tersebut atau benda lain disekitarnya. Adalah tugas kita sebagai guru untuk mengarahkan hal-hal seperti ini.
3.      Menghormati lingkungan; anak juga harus kita arahkan  untuk dapat memperlakukan semua aspek dengan penuh kasih sayang, perhatian dan penghargaan. Mereka harus diarahkan memperlakukan teman lain dan guru dengan lembut, sopan dan penuh penghargaan.
4.      Menghargai/menghormati diri sendiri;  mereka kita ajarkan untuk tidak hanya menghargai orang lain, benda lain tapi juga diri sendiri.
Kalau di atas membahas batasan yang sebaiknya tidak boleh terjadi dalam lingkungan bebas, maka kebebasan apa saja yang harus kita berikan kepada anak dalam lingkungan? Montessori menyarankan beberapa hal sebagai beirkut
1.      Kebebasan bergerak; anak diberi kebebasan untuk bergerak kemana saja baik di dalam maupun di luar ruangan.
2.      Kebebasan memilih; anak bebas untuk memilih  aktifitasnya sendiri dalam kelas. Kebebasan memilih ini akan membantu mereka mengembangkan kebiasaan kerja dan meningkatkan konsentrasi. Konsekuensinya, kita harus menyediakan beragam aktifitas yang telah derancang dan disiapkan sedemikian rupa untk kebutuhan perkembangan mereka;
3.      Kebebasan berbicara; pendidikan montessore berbeda dengan pendidikan tradisional. Dalam pendidikan tradisional guru lebih dominan berbicara. Dalam pendidikan Montessori sebaliknya, anaka memperoleh kebebasan berbicara dengan siapa saja yang mereka mau. Bagi yang belum siap, tidak dipaksa, tapi diarahkan untuk bergabung dengan kelompok untuk saling berbagi. Anak tidak didorong untuk bersaing satu sama lain. Karenanya, keinginan alami mereka untuk membantu orang lain berkembang secara spontan. Dalam pendidikan Montessori anak-anak diarahkan untuk mengamati dan memahami aturan dasar kesopanan dengan tidak mengganggu orang lain.
4.      Kebebasan untuk tumbuh; dalam pendidikan Montessori anak memiliki kebebasan untuk tumbuh dan membangun kemampuan mental mereka dalam lingkungan yang dirancang. Semua benda atau alat bermain dalam kelas Montessori diranncang untuk membantu mereka tumbuh kembang secara alami.
5.      Bebas untuk menyayangi dan disayangi; anak memiliki hak untuk disayangi dan menyayangi tanpa pandang bulu (pilih kasih). Jika mereka merasa diperhatikan sama dengan yang lain, dimana guru tanpa ada pilih kasih, maka mereka akan menghargai orang lain dan lingkungannya dengan cara yang sama.
6.      Bebas dari bahaya; anaka memiliki hak untuk tumbuh dari bahaya. Maksudnya, anak diberikan pengetahuan melalui pelatihan yang sistematis tentang keterampilan hidup seperti bagai mana membawa barang mainan dengan cara yang benar yang jika tidak maka akan membahayakan dirinya.
7.      Bebas dari persaingan; Agar tidak mengganggu kebebasan anak untuk memilih, maka tidak ada kompetisi, reward atau hukuman dalam pendidikan Montessori. Keberhasilan anak tidak dinilai menurut sudut pandang orang dewasa, seperti melalui nilai, atau perolehan tanda bintang. Motivasi instrinsik merekalah yang mendorong mereka untuk melakukan aktifitas terbaik mereka, bukan reward atau hukuman. Kepuasan mereka karena tela dapat melakukan sesuatu sudah cukup sebagai reward bagi mereka sendiri.
8.      Bebas dari tekanan; anak diberikan  kebebasan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kecepatan dan perkembangan mereka sendiri. Mereka tidak diharuskan dapat mencapai sesuatu yang disamakan dengan orang lain.
Melalui kebebasan-kebebasan dalam kelas Montessori seperti dijelaskan di atas, maka anak akan memperoleh kesempatan-kesempatan unik terhadap tindakannya sendiri. Mereka akan menyadari segala konsekuensi atas apa yang ia lakukan baik terhadap dirinya maupun orang lain, mereka belajar membuktikan atau menguji dirinya terhadap batasan-batasan realistiss, mereka akan belajar tentang apa saja yang membuat ia atau orang lain merasa puas atau sebaliknya merasa kosong dan tidak puas atau kecewa. Peluang untuk mengembangkan pengetahuan diri (self-knowledge) inilah yang merupakan hasil penting dari kebebasan yang kita ciptakan dalam kelas Montessori.
ASPEK 2: STRUKTUR DAN KETERATURAN (STRUCTURE AND ORDER)
Struktur dan keteraturan alam semesta harus tercermin dalam lingkungan kelas Montessori. Dengan demikian anak akan menginternalisasinya dan akhirnya membangun mental dan inteligensinya sendiri terhadap lingkungan. Melalui keteraturan anak akan belajar untuk percaya pada lingkungan dan belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan dengan cara yang positif. Hanya dalam lingkungan yang dirancang dengan tepat dan benar, anak dapat mengkategorisasikan persepsinya yang pada akhirnya nanti akan membentuk pemahaman mereka yang benar terhadap realistis dunia.
Melalui keteraturan, anak tahu kemana harus mencari barang mainan yang ia inginkan, misalnya. Oleh karena itu, kita harus merancang penempatan barang mainan sesuai dengan klasifikasi berdasarkan keteraturan tertentu. Sebagai contoh, alat bermain ditempatkan dalam rak yang rendah sehingga terjangkau anak, ditata dengan rapi dan teratur sesuai dengan kategori, begitu pula halnya dengan ruangan kelass tertata sedemikian rupa dengan penuh keteraturan. (John Chattin – McNichols (1998), The Montessori Controversy, (New York: Delmar Publiser Inc.), hal 51)

ASPEK 3: REALISTIS DAN ALAMI
Lingkungan pendidikan Montessori didasarkan atas prinsip realistis dan kealamian. Anak harus memiliki kesempatan untuk menginternalisasikan keterbatasan alam dan realistis supaya mereka terbebas dari sikap berangan-angan (fantasy) atau ilusi baik yang bersifat fisik maupun psikologis. Hanya dengan cara ini mereka mengembangkan disiplin diri dan keamanan yang dia perlukan untuk menggali dunia eksternal dan internal mereka dan untuk menjadikan mereka pengamat realistiss hidup yang aktif dan apresiatif. Alat bermain dan lingkungan dalam kelas Montessori didasarkan atas konsep realistis. Sebagai contoh, anak dihadapkan dengan telepon yang sebenarnya, gelas sebenarnya, setrika, pisau dan lain-lain. Semuanya adalah benda sebenarnya.
Menurut Montessori, ”Manusia adalah miliki alam, begitu pula khususnya bagi anak. Mereka membutuhkan gambaran dunia yang akan mereka hadapi kelak melalui alam. Semua hal yang dipelrukan untuk mengembangkan jiwa dan raga mereka adalah alam sebenarnya.” Jadi, dalam konsep pendidikan Montessori, segala sesuatunya harus dirancang sedemikian rupa agar sealami dan serealistis mungkin, baik lingkungan indoor mapun outdoor. Montessori percaya bahwa anak harus pertama kali dihadapkan dengan alam melalui perawatan terhadap tanaman dan binatang.

ASPEK 4: KEINDAHAN DAN NUANSA
Lingkungan Montessori harus sederhana. Semua yang ada didalamnya harus memiliki desain dan kualitas yang baik. Tema warna harus menunjukkan kegembiraan. Nuansa ruangan harus terkesan santai dan hangat sehingga mengundang anak untuk bebas berpartisipasi aktif.

ASPEK 5: ALAT BERMAIN MONTESSORI (MONTESSORI MATERIALS)
Yang dimaksud dengan Montessori Materials di sini adalah bukan semata-mata alat bermain. Tapi semua benda yang ada dalam lingkungan. Tujuan dari semua benda itu bukan bersifat eksternal untuk mengajar anak keterampilan. Tapi tujuan utamanya adalah bersifat internal yaitu membantu perkembangan fisik dan pembangunan diri anak. Montessori mengatakan, ”Hal penting pertama perkembangan anak adalah konsentrasi … Ia harus menemukan cara bagaimana berkonsentrasi, dan oleh karenanya mereka membutuhkan benda-benda yang dapat membuatnya berkonsentrasi… karena itulah pentingnya sekolah kita mendasarkan pada hal ini. Yaitu tempat dimana mereka dapat menemukan aktifitas yang memungkinkan mereka melakukan konsentrasi.”
Benda-benda atau alat-alat bermain harus membantu pembentukan internal anak. Oleh karenanya benda atau alat bermain tersebut harus sesuai dengan kebutuhan internal anak. Artinya, benda-benda dan atau alat-alat bermain tersebut haris disajikan atau diberikan pada momen yang sesuai dengan perkembangan mereka. Montessori menyebutkan beberapa prinsip dalam penggunaan benda dan atau alat bermain dalam kelas Montessori sebagai berikut:
1.      Setiap benda atau alat bermain harus memiliki tujuan dan bermakna bagi anak;
2.      Setiap benda atau alat bermain harus harus menunjukkan perkembangan dari sederhana ke rumit dalam desain dan penggunaannya.
3.      Setiap benda atau alat bermain dirancang untuk menyiapkan anak secara tidak langsung untuk belajar ke depan.
4.      Setiap benda atau alat bermain dimulai dari expesi kongkrit dan secara bertahap mengarahkan mereka pada representasi yang lebih abstrak.
5.      Setiap benda atau alat bermain dirancang agar memungkinkan terjadinya auto-edukasi. Artinya kontrol kesalahan berada pada benda tersebut bukan pada guru. Kontrol kesalahan ini akan membimbing anak dalam menggunakan benda tersebut dan memungkinkan ia menyadari kesalahannya sendiri dan memperbaikinya.


5.      Manfaat bermain bagi perkembangan anak
a.       Bermain memengaruhi perkembangan fisik anak
Bila anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, maka tubuh anak akan menjadi sehat. Otot-otot tubuh dapat berkembag dan menjadi kuat. Selain itu, anggota tubuh mendapat kesempatan untuk digerakkan.
b.      Bermain dapat digunakan sebagai terapi

Bermain dapat digunakan sebagai media terapi karena selama bermain perilaku anak terlihat lebih bebas. Selain itu, bermain adalah sesuatu yang secara alamiah sudah ada dalam diri anak.

c.       Bermain meningkatkan pengetahuan anak
Melalui permainan anak prasekolah diharapkan akan menguasai konsep warna, ukuran, bentuk, arah, dan besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan lain.
Saat bermain, anak merasa bahwa dia bisa menciptakan seuatu yang baru dan berbeda dari yang lain, hal tersebut akan memberikan perasaan puas kepada anak.

d.      Bermain melatih penglihatan dan pendengaran
Kedua indera ini membantu anak agar lebih mudah belajar mengenal dan mengingat bentuk-bentuk atau kata-kata tertentu yang akhirnya memudahkan anak untuk belajar membaca serta menulis.

e.       Bermain memengaruhi perkembangan kreativitas anak
Dengan bermain anak akan merasa senang, dan kreativitas anak pun meningkat, kreativitas anak akan muncul sendirinya pada saat proses bermain.

f.       Bermain mengembangkan tingkah laku sosial anak
Dengan meningkatnya usia, anak perlu belajar berpisah dengan pengasuh dan ibunya. Anak butuh diyakinkan bahwa perpisahan itu hanya bersifat sementara. Permainan ciluk ba dan petak kumpet dapat memberi pengalaman itu.

g.       Bermain memengaruhi nilai moral anak
Melalui bermain, anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya karena banyaknya larangan. Bila anak memperoleh kesempatan untuk menyalurkan perasaan tegang, tertekan, dan menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya, anak akan merasa legah dan rileks.


6.      Ragam permainan
A.     Permainan aktif
Adalah permainan yang menuntut anak agar aktif bergerak dan berperan serta.

Ciri-ciri permainan aktif :
a.       Bermain bebas dan spontan atau eksplorasi
Melakukan segala hal yang diinginkan, tidak ada aturan dalam permainan tersbut.
b.      Drama
Menirukan karakter yang disenanginya dalam kehidupan nyata atau yang dilihatnya dimedia.
c.       Bermain musik
Bekerja sama dalam bermusik, benyanyi, menari, dsb.
d.      Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu
Menimbulkan rasa bangga karena mempunyai koleksi lebih banyak dari temannya. Anak terdorong untuk jujur, bekerja sama, dan bersaing.
e.       Permainan olahraga
Anak banyak menggunakan energi fisik, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya realistis dan sportif.

B.     Permainan pasif
Hiburan merupakan salah satu bentuk bermain pasif. Dalam hal ini memperoleh kesenangan bukan berdasarkan kegiatan yang dilakukan sendiri oleh anak.kegiatan yang tidak terlalu bnayak melibatkan aktivitas fisik.
Jenis permainan ini biasa digemari anak-anak yang memasuki usia remaja.
Permianan ini anka hanya melihat dan mendengarkan saja tanpa dapat berpartisipasi dalam permainan tersebut.
Contohnya :
1.      Membaca
2.      Mendegarkan radio
3.      Menonton televisi dan film
4.      Mendengarkan musik

7.      Implikasi Metode Montessori di Taman Kanak-Kanak
Anak taman kanak-kanak termasuk dalam kelompok umum prasekolah. Pada umur 2-4 tahun anak ingin bermain, melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan menciptakan sesuatu. Pada masa ini anak mengalami kemajuan pesat dalam keterampilan menolong dirinya sendiri dan dalam keterampilan bermain. Seluruh sistem geraknya sudah lentur, sering mengulangi perbuatan yang diminatinya dan melakukan secara wajar tanpa rasa malu. Di taman kanak-kanak, anak juga mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosa kata. Hal yang menarik, anak-anak juga ingin mandiri dan tak banyak lagi mau tergantung pada orang lain.
Sehubungan dengan ciri-ciri di atas maka tugas dalam tahapan perkembangan yang harus diemban anak-anak adalah:
1.      Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain.
2.      Membangun sikap yang sehat terhadap diri sendiri
3.      Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya
4.      Mengembangkan peran sosial sebagai lelaki atau perempuan
5.      Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam hidup sehari-hari
6.      Mengembangkan hati nurani, penghayatan moral dan sopan santun
7.      Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, matematika dan berhitung
8.      Mengembangkan diri untuk mencapai kemerdekaan diri.

Montessori memberikan gambaran peran guru dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan kecerdasan, sebagai berikut:
a.       80 % aktifitas bebas dan 20 % aktifitas yanag diarahkan guru
b.      melakukan berbagai tugas yang mendorong anak untuk memikirkan tentang hubungan dengan orang lain
c.       menawarkan kesempatran untuk menjalin hubungan social melalui interaksi yang bebas
d.      dalil-dalil ditemukan sendiri, tidak disajikan oleh guru
e.       atauran pengucapan didapat melalui pengenalan pola, bukan dengan hafalan
f.       setiap aspek kurikulum melibatkan pemikiran
Montessori, mengatakan bahwa pada usia 3-5 tahun, anak-anak dapat diajari menulis, membaca, dikte dengan belajar mengetik. Sambil belajar mengetik anak-anak belajar mengeja, menulis dan membaca.
8.      Peran Guru dalam Metode Montessori
Pada masa usia 2 – 6 tahun, anak sangat senang kalau diberikan kesempatan untuk menentukan keinginannya sendiri, karena mereka sedang membutuhkan kemerdekaan dan perhatian. Pada masa ini juga mencul rasa ingin tahu yang besar dan menuntut pemenuhannya. Mereka terdorong untuk belajar hal-hal yang baru dan sangat suka bertanya dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu. Guru dan orang tua hendaknya memberikan jawaban yang wajar. Sampai pada usia ini, anak-anak masih suka meniru segala sesuatu yang dilakukan orang tuanya.
Perlu diingat juga bahwa minat anak pada sesuatu itu tidak berlangsung lama, karena itu guru dan orang tua harus pandai menciptakan kegiatan yang bervariasi dan tidak menerapkan disiplin kaku dengan rutinitas yang membosankan. Anak pada masa ini juga akan berkembang kecerdasannya dengan cepat kalau diberi penghargaan dan pujian yang disertai kasih sayang, dengan tetap memberikan pengertian kalau mereka melakukan kesalahan atau kegagalan. Dengan kasih sayang yang diterima, anak-anak akan berkembang emosi dan intelektualnya, yang penting adalah pemberian pujian dan penghargaan secara wajar.
Untuk memfasilatasi tingkat perkembangan fisik anak, pada taman kanak-kanak perlu dibuat adanya arena bermain yang dilengkapi dengan alat-alat peraga dan alat-alat keterampilan lainnya, karena pada usia 2- 6 tahun tingkat perkembangan fisik anak berkembang sangat cepat, dan pada umur tersebut anak-anak perlu dikenalkan dengan fasilitas dan alat-alat untuk bermain, guna lebih memacu perkembangan fisik sekaligus perkembangan psikis anak terutama untuk kecerdasan.






















BAB III
KESIMPULAN
Maria Motessori, menekankan bahwa ketika anak bermain, dia akan mempelajari dan menyerap segala sesuatu yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, perencanaan dan persiapan lingkungan belajar anak harus dirancang dengan seksama sehingga segala sesuatu dapat menjadi kesempatan belajar yang sangat menyenangkan
Teori Montessori menyatakan bahwa lingkungan atau alam sekitar yang mengundang anak untuk menyenangi pembelajarannya. Bermain dengan media permainan yang dipersiapkan pun menjadi penting seperti yang juga ditekankan oleh Mayke dalam bukunya “Bermain dan Permainan”. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktikan, dan mendapat bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Di sinilah proses pembelajaran terjadi. Mereka mengambil keputusan, memilih, menentukan, mencipta, memasang, membongkar, mengembalikan, mencoba, mengeluarkan pendapat dan memecahkan masalah, mengerjakan secara tuntas, bekerja sama dengan teman, dan mengalami berbagai macam perasaan







                                                                                                           










DAFTAR PUSTAKA
Papalia,Diane E., Olds,Sally,Wendkos.,Feldman,Ruth,Duskin,.2009.Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.
Santrock,John, W. 2009.Psikologi Pendidikan. Jakarta : Salemba Humanika.
Santrock,John, W. 2012.Life-Span Development. Jakarta : Erlangga
Triharso, agung. 2013. Permainan kreatif dan edukatif untuk anak usia dini. Yogyakarta : C.V Andi offset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar