Stimulasi
anak usia 4-8 tahun
Bermain
sebagai sarana berbagai aspek perkembangan
Teori
Montessori
Di
susun oleh kelompok 10
1. Amanah
Fitriah ( 06121014030 )
2. Angguspa
Selvera ( 06141181419064 )
Mata kuliah :
Psikologi Perkembangan II
FKIP PG PAUD
Dosen Pembimbing :Dra. Hj. Syafdahningsih, M.Pd
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SRIWIJYA
TAHUN
AJARAN 2014/2015
Kata Pengantar
Kami
panjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat,taufik
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah
ini. Shalawat serta salam
tidak lupa kami sanjungkan kepada baginda Rasullullah SAW serta para sahabatnya.
Makalah
ini
berjudul ”
Stimulasi anak usia 4-8 tahunBermain sebagai sarana
berbagai aspek perkembangan, Teori Montessor” tugas dari matakuliah Psikologi Perkembangan
II yang merupakan hasil dari
kerja dan diskusi kelompok kami. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi generasi selanjutnya.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah
ini,semoga ini adalah langkah awal untuk mencapai kesempurnaan pembuatan makalah-
makalah dimasa yang akan datang.
Indralaya, Maret 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
DEPAN.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR
ISI...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang................................................................................................................iv
B. Rumusan
masalah...........................................................................................................iv
C. Tujuan............................................................................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN
Kegiatan Belajar 1
1. Biografi
Maria Montessori.................................................................................................1
2. Sejarah
metode montessori.................................................................................................2
Kegiatan belajar 2
1. Pengertian
bermain...........................................................................................................3
2. Manfaat
bermain dan memilih permainan..........................................................................3
3. Prinsip
pelaksanaan metode montessori...............................................................................4
4. Aspek
metode
montessori..................................................................................................4
5. Manfaat
bermain bagi perkembangan anak.........................................................................8
6. Ragam
permainan.............................................................................................................9
7. Implikasi
metode montessori di TK.....................................................................................10
8. Peran
guru dalam metode
montessori..................................................................................10
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN..............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................
Stimulasi
anak usia 4-8 tahun
Bermain
sebagai sarana berbagai aspek perkembangan
Teori
Montessori
PENDAHULUAN
Banyak para guru dan pendidik sekarang yang
kurang memahami bahwa beberapa metode yang sedang berkembang sekarang adalah
metode yang sudah lama diterapkan, pada kenyataan metode-metode yang ada dewasa
ini, merupakan pengembangan dari metode pendidikan yang dikembangkan dari
teori-teori pendidikan dan perkembangan anak para ahli jaman dulu. Salah satu
teori tersebut adalah teori dari Metode Montessori. Metode Montessori
adalah suatu metode pendidikan untuk anak-anak, berdasar pada teori
perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di
akhir abad 19 dan awal abad 20. Metode ini diterapkan terutama di pra-sekolah
dan sekolah dasar, walaupun ada juga penerapannya sampai jenjang pendidikan
menengah.
Ciri dari metode ini adalah penekanan pada
aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan klinis dari guru
(sering disebut "direktur" atau "pembimbing"). Metode ini
menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan
tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep
akademis dan keterampilan praktik. Ciri lainnya adalah adanya penggunaan
peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep.
Walaupun banyak sekolah-sekolah yang
menggunakan nama "Montessori," kata itu sendiri bukan merupakan
merk dagang, juga tidak dihubungkan dengan organisasi tertentu saja.
Bermain sebagai sarana berbagai
aspek perkembangan
Teori
Montessori
Kegiatan belajar
1
Biografi
Maria Montessori
Biografi
Maria Montessori. Maria Montessori Lahir di Chiaravalle, Ancona, Italia pada
tanggal 31 Agustus 1870 dan meninggal pada bulan Mei tanggal 6 Tahun 1952 pada
usia ke 81 di Noordwijk, Netherland adalah seorang pendidik, ilmuwan, dokter
Italia. Ia mengembangkan sebuah metode pendidikan anak-anak dengan memberi
kebebasan bagi mereka untuk melakukan kegiatan dan mengatur acara harian.
Metode ini kelak dikenal dengan Metode Montessori.
Maria
Montessori mengenyam pendidikan teknik pada sebuah sekolah teknik dan lulus
dengan pujian. Setelah itu ia masuk ke dalam Regio Instituto Tecnico Leonardo
da Vinci pada 1886 hingga 1890 untuk mempelajari bahasa dan ilmu alam.
Pada
1890, ia melanjutkan pendidikannya sebagai mahasiswa kedokteran. Sebuah hal
yang dipuji dan mengagetkan karena ia adalah mahasiswa kedokteran wanita Italia
yang pertama. Pada masa itu, sebuah hal yang mustahil bagi wanita Italia untuk
memperoleh pendidikan kedokteran. Ia lulus dari sekolah kedokteran dengan
pujian.
Sebagai
dokter, ia berkonsentrasi dengan masalah keadaan anak-anak dengan mental
terbelakang di panti asuhan. Kebanyakan anak-anak tersebut terganggu mentalnya
karena kesalahan orang dewasa.
Pada
1900, ia menjadi sekolah khusus bagi anak-anak yang mengalami kesulitan belajar
di Roma. Ia menggunakan caranya sendiri dan berhasil mendidik anak-anak
tersebut dengan hasil yang sebaik anak-anak biasa.
Hingga
menjelang akhir hidupnya, Maria Montessori terus memberikan kuliah tentang
metodenya dan membuka sekolah Montessori di seluruh dunia.
Bekerja
dengan anak-anak cacat mental. Setelah lulus dari Universitas Roma tahun 1896,
Montessori dilanjutkan dengan penelitiannya di klinik psikiatri Universitas,
dan pada tahun 1897 ia diterima sebagai asisten sukarela di sana. Sebagai
bagian dari pekerjaannya, ia mengunjungi rumah sakit jiwa di Roma di mana ia
mengamati anak-anak cacat mental, pengamatan yang mendasar untuk pekerjaan di
masa depan pendidikannya. Dia juga membaca dan mempelajari karya-karya abad
ke-19 dokter dan pendidik Jean Marc Gaspard Itard dan Edouard Seguin, yang
sangat dipengaruhi pekerjaannya. Juga pada tahun 1897, Montessori mengaudit
Program University dalam pedagogi dan membaca "semua karya-karya besar
pada teori pendidikan dari dua ratus tahun terakhir".
Montessori
terus mengembangkan pedagogi dan model nya pembangunan manusia saat ia
memperluas pekerjaan dan diperpanjang untuk anak yang lebih tua. Dia melihat
perilaku manusia sebagai dipandu oleh universal, karakteristik bawaan dalam
psikologi manusia yang anaknya dan kolaborator Mario Montessori diidentifikasi
sebagai "kecenderungan manusia" pada tahun 1957. Selain itu, ia
mengamati empat periode yang berbeda, atau "pesawat", dalam
pembangunan manusia, membentang dari lahir sampai enam tahun, dari enam sampai
dua belas, 12-18, dan 18-24. Dia melihat karakteristik yang berbeda, mode
belajar, dan imperatif perkembangan aktif di masing-masing pesawat, dan
menyerukan pendekatan pendidikan khusus untuk setiap periode. Selama hidupnya,
Montessori mengembangkan metode pedagogi dan bahan untuk dua pesawat pertama,
dari lahir sampai usia dua belas, dan menulis dan berceramah tentang pesawat
ketiga dan keempat.
Sejarah Metode Montessori
Dr. Maria Montessori mengembangkan
"Metode Montessori" sebagai hasil dari penelitiannya terhadap
perkembangan intelektual anak yang mengalami keterbelakangan mental. Dengan
berdasar hasil kerja dokter Perancis, Jean Marc Gaspard Itard dan Edouard
Seguin, ia berupaya membangun suatu lingkungan untuk penelitian ilmiah
terhadap anak yang memiliki berbagai ketidakmampuan fisik dan mental.
Mengikuti keberhasilan dalam perlakuan terhadap anak-anak ini, ia mulai
meneliti penerapan dari teknik ini pada pendidikan anak dengan kecerdasan
rata-rata.
Pada tahun 1906, Montessori telah cukup
dikenal sehingga ia diminta untuk suatu pusat pengasuhan di distrik San
Lorenzo di Roma. Ia menggunakannya sebagai kesempatan untuk mengamati
interaksi anak dengan materi yang ia kembangkan, menyempurnakannya, dan
mengembangkan materi baru yang bisa dipakai anak-anak. Dalam pendekatan
yang berpusat pada materi ini, tugas utama guru adalah mengamati saat
anak memilih materi yang dibuat untuk memahami konsep atau keterampilan
tertentu. Pendekatan demikian menjadi ciri utama dari pendidikan
Montessori.
Awalnya perhatian Montessori lebih pada anak
usia pra-sekolah. Setelah mengamati perkembangan pada anak yang baru
masuk SD, ia dan Mario (anaknya) memulai penelitian baru untuk
menyesuaikan pendekatannya terhadap anak usia SD.
Menjelang ahir hayatnya, dalam buku From
Childhood To Adolescence (Dari Masa Kanak-kanak ke Masa Remaja),
Montessori membuat sketsa tentang pandangannya mengenai penerapan metodologinya
bagi pendidikan jenjang menengah dan tinggi.
Dalam perkembangannya, metode Montessori ini
banyak diterapkan terutama di pra-sekolah dan sekolah dasar, walaupun akhirnya
ada juga penerapannya sampai jenjang pendidikan menengah yang dilakukan dengan
penyesuaian perkembangan anak usia dewasa.
Ciri dari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri
pada anak dan pengamatan klinis dari guru (sering disebut “direktur” atau
“pembimbing”). Metode ini menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan
belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam
menyerap konsep akademis dan keterampilan praktek. Ciri lainnya adalah adanya
penggunaan peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai
konsep.
Bermain
sebagai sarana berbagai aspek perkembangan
Teori
Montessori
Kegiatan Belajar
2
Bermain
untuk Anak Usia Dini
1.
Pengertian bermain
·
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa bermain adalah berbuat sesuatu
untuk menyenangkan hati ( dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak ).
·
Bermain
adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat, yang
menghasilkan pengertian dan memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak.
Pengamatan
ketika anak bermain secara aktif dan pasif, sangat membantu kita dalam memahami
jalan pikiran anak, juga dapat emningkatkan keterampilan kita dalam
berkomunikasi. Pemahaman tentang bermain juga membuka wawasan dan menetralkan
pendapat kita sehingga menjadi luwes dalam menghadapi kegiatan bermain anak.
Hasilnya, segala aspek perkembangan anak dapat kita dukung sepenuhnya. Kita
dapat memberikan lebih banyak kesempatan kepada anak-anak untuk bereksplorasi.
Dengan demikian, pemahaman tentang konsep maupun pengertian dasar suatu
pengetahuan dapat dipahami anak lebih mudah.
Maria
Motessori, menekankan bahwa ketika anak bermain, dia akan mempelajari dan
menyerap segala sesuatu yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Oleh karena itu,
perencanaan dan persiapan lingkungan belajar anak harus dirancang dengan
seksama sehingga segala sesuatu dapat menjadi kesempatan belajar yang sangat
menyenangkan.
Teori
Montessori menyatakan bahwa lingkungan atau alam sekitar yang mengundang anak
untuk menyenangi pembelajarannya. Bermain dengan media permainan yang
dipersiapkan pun menjadi penting seperti yang juga ditekankan oleh Mayke dalam
bukunya “Bermain dan Permainan”. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa bermain
memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang, menemukan
sendiri, bereksplorasi, mempraktikan, dan mendapat bermacam-macam konsep serta
pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Di sinilah proses pembelajaran
terjadi. Mereka mengambil keputusan, memilih, menentukan, mencipta, memasang,
membongkar, mengembalikan, mencoba, mengeluarkan pendapat dan memecahkan
masalah, mengerjakan secara tuntas, bekerja sama dengan teman, dan mengalami
berbagai macam perasaan.
2.
Manfaat Bermain dan Memilih
Permainan
Dalam
bukunya Essensial Montessori, Elizabeth Hainstock menyatakan bahwa metode
Montessori tetap relevan digunakan untuk saat ini maupun masa yang akan datang.
Hal ini disebabkan konsep Montessori, yang menjadikan kelas sebagai
laboratorium, melakukan pengujian terhadap berbagai ide baru maupun
perbaikannya demi perkembangan anak. Oleh karena itu, kebutuhan anak selalu
berubah sesuai dengan hasil penelitiannya.
Hal
ini memberikan dampak pada jenis-jenis alat permainan yang disesuaikan dengan
kebutuhan anak.
Montessori
mengelompokkan masa peka anak sembilan tahap, yaitu :
0-3
tahun : masa penyerapan total,
perkenalan, dan pengalaman pancaindra
1,5
– 3 tahun : Perkembangan bahasa
1,5
– 4 tahun : perkembangan dan koordinasi
antara mata dan otot-ototnya. Perhatian anak pada
Benda-benda kecil.
2
– 4 tahun : perkembangan dan
penyempurnaan gerakan-gerakan. Perhatian anak ke hal-hal
Yang nyata. Mulai ada kesadaran tentang
urutan waktu dan ruang.
2,5
– 6 tahun : penyempurnaan panca indera
3
– 6 tahun : peka terhadap pengaruh
orang dewasa
3,5
– 4,5 tahun : mulai
mencoret-coret
4
– 4,5 tahun : indera peraba mulai
berkembang
4,5
– 5,5 tahun : mulai tumbuh
minat baca.
3.
Prinsip pelaksanaan metode
montessori
a.
Pendidikan
anak usia dini ( early childhood )
Perhatikan segala pembiasaan dan
pengetahuan dasar yang dibutuhkan dasar yang dibutuhkan anak sesuai dengan
perkembangannya. Cara pembelajarannya juga disesuaikan dengan cara belajar anak
yang khas, spontan tanpa tekanan, melalui bermain.
b.
Lingkungan
pembelajaran ( the learning environment )
Usahakan lingkungan belajar sama
dengan keadaan dan lingkungan anak, yaitu rumah. Montessori mengajak anak untuk
melakukan pekeraan rumah seperti mencuci baju, mencuci perabot, atau memandikan
boneka.
c.
Peran
guru ( the role of the teacher )
Guru adalah fasilitator. Dalam
proses pembelajaran, lingkungan diciptakan untuk menarik perhatian dan minat
anak sehingga berkesan bagi anak. Dengan timbulnya kesan tersebut keingintahuan
anak akan muncul sehingga banyak berkomunikasi dengan guru. Dalam hal ini guru
mengikuti kebutuhan anak.
4.
Aspek metode montessori
Dalam
metode pendidikan Montessori ada beberapa aspek pendidikan yang lingkungan dan
merupakan prinsip metode pendidikan Montessori. Diantaranya adalah konsep
kebebasan, struktur dan urutan, realistiss dan kealamian, keindahan dan nuansa,
serta prinsip alat permainan Montessori.
ASPEK
1: PENTINGNYA KEBEBASAN (CONCEPT OF FREEDOM)
Metode
pendidikan Montessori menekankan pentingnya kebebasan. Mengapa? Karena hanya
dalam nuansa atau iklim yang bebaslah anaka dapat menunjukkan dirinya kepada
kita. Karena kita bertanggung jawab dalam membantu perkembangan fisik mereka,
oleh karena itu kita harus menyediakan ruang yang bebas dan terbuka. Alasan
kedua, kunci terjadinya perkembangan yang optimal adalah kebebasan. Montessori
mengatakan, “Real freedom …. Is a concequence of development”. Kebebasan sejati
adalah suatu konsekuensi dari perkembangan. Montessori mengatakan, “Jika anak
di hadapkan pada lingkungan yang tepat, dan memberikan peluang kepada mereka
unuk secara bebas merespon secara individual terhadap lingkungan tersebut, maka
pertumbuhan alami anak terbuka dalam kehidupan mereka”. (dalam David Gettman
(1987), “Basic Montessori: Learning Activities for Under-Fives” (New York: St.
Martin’ Press), hal 30.)
Oleh
karena itu, perkembangan anak harus kita
Bantu dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Mereka harus dibantu memperoleh
kemandirian melalui lingkungannya. Mereka harus diberikan kegiatan-kegiatan
yang dapat mendorong kemandirian. Mereka tidak boleh dibantu orang lain untuk
melakukan sesuatu yang sebenarnya mereka sendiri dapat melakukan.. Mereka harus
diajarkan untuk mampu membantu dirinya sendiri seperti memasang kancing,
membuka menutup retsleting, menyimpan sepatu dan lain-lain yang dapat membantu
dirinya untuk menjadi mandiri. Semua alat bermain dan furniture harus memiliki
ukuran yang sesuai dengan anak. Hal ini akan membuat mereka dapat mengendalikan
alat bermain tersebut. Sehingga mereka akan merasa nyaman dan aman melakukan
segala aktifitas yang emreka inginkan.
2. Anak harus dibantu untuk
mengembangkan kemauan (tekad dan daya juang) dengan cara melatih mereka
mengkoordinasikan tindakannya untuk mencapai suatu tujuan yang tertentu yang
harus mereka capai.
3. Anak harus dibantu mengembangkan
disiplin dengan cara memberikan kesempatan/peluang kepada mereka untuk
melakukan aktifitas konstruktif.
4. Anak harus dibantu mengembangkan
pemahaman mereka tentang baik dan buruk.
Montessori
juga mengingatkan kita untuk memahami bahwa hanya tindakan yang bersifat
destruktif yang harus kita batasi. Semua aktifitas lain yang konstruktif,
apapun itu, dengan cara apapun mereka melakukannya, hendaknya kita perbolehkan
dan kita amati dan arahkan.
Secara lebih jauh
Montessori menyebutkan beberapa hal yang harus kita batasi atau arahkan dalam
membeirkan aktifitas kepada meraka antara lain sebgai berikut:
1. Menghormati orang lain; anak
bebas untuk melakukan aktifitas apa saja sejauh tidak melanggar/merampas hak
orang lain dalam kelas;
2. Menghormati barang mainan; anak
kita dorong untuk dapat melakukan aktifitas dengan semua alat bermain sejauh
mereka menggunakannya dengan cara yang benar. Mereka dapat menggunakan alat
bermain apa saja sejauh tidak merusak barang tersebut atau benda lain
disekitarnya. Adalah tugas kita sebagai guru untuk mengarahkan hal-hal seperti
ini.
3. Menghormati lingkungan; anak juga
harus kita arahkan untuk dapat
memperlakukan semua aspek dengan penuh kasih sayang, perhatian dan penghargaan.
Mereka harus diarahkan memperlakukan teman lain dan guru dengan lembut, sopan
dan penuh penghargaan.
4. Menghargai/menghormati diri
sendiri; mereka kita ajarkan untuk tidak
hanya menghargai orang lain, benda lain tapi juga diri sendiri.
Kalau di atas
membahas batasan yang sebaiknya tidak boleh terjadi dalam lingkungan bebas,
maka kebebasan apa saja yang harus kita berikan kepada anak dalam lingkungan?
Montessori menyarankan beberapa hal sebagai beirkut
1. Kebebasan bergerak; anak diberi
kebebasan untuk bergerak kemana saja baik di dalam maupun di luar ruangan.
2. Kebebasan memilih; anak bebas
untuk memilih aktifitasnya sendiri dalam
kelas. Kebebasan memilih ini akan membantu mereka mengembangkan kebiasaan kerja
dan meningkatkan konsentrasi. Konsekuensinya, kita harus menyediakan beragam
aktifitas yang telah derancang dan disiapkan sedemikian rupa untk kebutuhan
perkembangan mereka;
3. Kebebasan berbicara; pendidikan
montessore berbeda dengan pendidikan tradisional. Dalam pendidikan tradisional
guru lebih dominan berbicara. Dalam pendidikan Montessori sebaliknya, anaka
memperoleh kebebasan berbicara dengan siapa saja yang mereka mau. Bagi yang
belum siap, tidak dipaksa, tapi diarahkan untuk bergabung dengan kelompok untuk
saling berbagi. Anak tidak didorong untuk bersaing satu sama lain. Karenanya,
keinginan alami mereka untuk membantu orang lain berkembang secara spontan.
Dalam pendidikan Montessori anak-anak diarahkan untuk mengamati dan memahami
aturan dasar kesopanan dengan tidak mengganggu orang lain.
4. Kebebasan untuk tumbuh; dalam
pendidikan Montessori anak memiliki kebebasan untuk tumbuh dan membangun
kemampuan mental mereka dalam lingkungan yang dirancang. Semua benda atau alat
bermain dalam kelas Montessori diranncang untuk membantu mereka tumbuh kembang
secara alami.
5. Bebas untuk menyayangi dan
disayangi; anak memiliki hak untuk disayangi dan menyayangi tanpa pandang bulu
(pilih kasih). Jika mereka merasa diperhatikan sama dengan yang lain, dimana
guru tanpa ada pilih kasih, maka mereka akan menghargai orang lain dan
lingkungannya dengan cara yang sama.
6. Bebas dari bahaya; anaka memiliki
hak untuk tumbuh dari bahaya. Maksudnya, anak diberikan pengetahuan melalui
pelatihan yang sistematis tentang keterampilan hidup seperti bagai mana membawa
barang mainan dengan cara yang benar yang jika tidak maka akan membahayakan
dirinya.
7. Bebas dari persaingan; Agar tidak
mengganggu kebebasan anak untuk memilih, maka tidak ada kompetisi, reward atau
hukuman dalam pendidikan Montessori. Keberhasilan anak tidak dinilai menurut
sudut pandang orang dewasa, seperti melalui nilai, atau perolehan tanda
bintang. Motivasi instrinsik merekalah yang mendorong mereka untuk melakukan
aktifitas terbaik mereka, bukan reward atau hukuman. Kepuasan mereka karena
tela dapat melakukan sesuatu sudah cukup sebagai reward bagi mereka sendiri.
8. Bebas dari tekanan; anak
diberikan kebebasan untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kecepatan dan perkembangan mereka sendiri. Mereka
tidak diharuskan dapat mencapai sesuatu yang disamakan dengan orang lain.
Melalui
kebebasan-kebebasan dalam kelas Montessori seperti dijelaskan di atas, maka
anak akan memperoleh kesempatan-kesempatan unik terhadap tindakannya sendiri.
Mereka akan menyadari segala konsekuensi atas apa yang ia lakukan baik terhadap
dirinya maupun orang lain, mereka belajar membuktikan atau menguji dirinya
terhadap batasan-batasan realistiss, mereka akan belajar tentang apa saja yang
membuat ia atau orang lain merasa puas atau sebaliknya merasa kosong dan tidak
puas atau kecewa. Peluang untuk mengembangkan pengetahuan diri (self-knowledge)
inilah yang merupakan hasil penting dari kebebasan yang kita ciptakan dalam
kelas Montessori.
ASPEK
2: STRUKTUR DAN KETERATURAN (STRUCTURE AND ORDER)
Struktur
dan keteraturan alam semesta harus tercermin dalam lingkungan kelas Montessori.
Dengan demikian anak akan menginternalisasinya dan akhirnya membangun mental
dan inteligensinya sendiri terhadap lingkungan. Melalui keteraturan anak akan
belajar untuk percaya pada lingkungan dan belajar untuk berinteraksi dengan
lingkungan dengan cara yang positif. Hanya dalam lingkungan yang dirancang
dengan tepat dan benar, anak dapat mengkategorisasikan persepsinya yang pada
akhirnya nanti akan membentuk pemahaman mereka yang benar terhadap realistis
dunia.
Melalui
keteraturan, anak tahu kemana harus mencari barang mainan yang ia inginkan,
misalnya. Oleh karena itu, kita harus merancang penempatan barang mainan sesuai
dengan klasifikasi berdasarkan keteraturan tertentu. Sebagai contoh, alat
bermain ditempatkan dalam rak yang rendah sehingga terjangkau anak, ditata
dengan rapi dan teratur sesuai dengan kategori, begitu pula halnya dengan
ruangan kelass tertata sedemikian rupa dengan penuh keteraturan. (John Chattin
– McNichols (1998), The Montessori Controversy, (New York: Delmar Publiser
Inc.), hal 51)
ASPEK
3: REALISTIS DAN ALAMI
Lingkungan
pendidikan Montessori didasarkan atas prinsip realistis dan kealamian. Anak
harus memiliki kesempatan untuk menginternalisasikan keterbatasan alam dan
realistis supaya mereka terbebas dari sikap berangan-angan (fantasy) atau ilusi
baik yang bersifat fisik maupun psikologis. Hanya dengan cara ini mereka
mengembangkan disiplin diri dan keamanan yang dia perlukan untuk menggali dunia
eksternal dan internal mereka dan untuk menjadikan mereka pengamat realistiss
hidup yang aktif dan apresiatif. Alat bermain dan lingkungan dalam kelas
Montessori didasarkan atas konsep realistis. Sebagai contoh, anak dihadapkan
dengan telepon yang sebenarnya, gelas sebenarnya, setrika, pisau dan lain-lain.
Semuanya adalah benda sebenarnya.
Menurut
Montessori, ”Manusia adalah miliki alam, begitu pula khususnya bagi anak.
Mereka membutuhkan gambaran dunia yang akan mereka hadapi kelak melalui alam.
Semua hal yang dipelrukan untuk mengembangkan jiwa dan raga mereka adalah alam
sebenarnya.” Jadi, dalam konsep pendidikan Montessori, segala sesuatunya harus
dirancang sedemikian rupa agar sealami dan serealistis mungkin, baik lingkungan
indoor mapun outdoor. Montessori percaya bahwa anak harus pertama kali dihadapkan
dengan alam melalui perawatan terhadap tanaman dan binatang.
ASPEK
4: KEINDAHAN DAN NUANSA
Lingkungan
Montessori harus sederhana. Semua yang ada didalamnya harus memiliki desain dan
kualitas yang baik. Tema warna harus menunjukkan kegembiraan. Nuansa ruangan
harus terkesan santai dan hangat sehingga mengundang anak untuk bebas
berpartisipasi aktif.
ASPEK
5: ALAT BERMAIN MONTESSORI (MONTESSORI MATERIALS)
Yang
dimaksud dengan Montessori Materials di sini adalah bukan semata-mata alat
bermain. Tapi semua benda yang ada dalam lingkungan. Tujuan dari semua benda
itu bukan bersifat eksternal untuk mengajar anak keterampilan. Tapi tujuan
utamanya adalah bersifat internal yaitu membantu perkembangan fisik dan
pembangunan diri anak. Montessori mengatakan, ”Hal penting pertama perkembangan
anak adalah konsentrasi … Ia harus menemukan cara bagaimana berkonsentrasi, dan
oleh karenanya mereka membutuhkan benda-benda yang dapat membuatnya
berkonsentrasi… karena itulah pentingnya sekolah kita mendasarkan pada hal ini.
Yaitu tempat dimana mereka dapat menemukan aktifitas yang memungkinkan mereka
melakukan konsentrasi.”
Benda-benda
atau alat-alat bermain harus membantu pembentukan internal anak. Oleh karenanya
benda atau alat bermain tersebut harus sesuai dengan kebutuhan internal anak.
Artinya, benda-benda dan atau alat-alat bermain tersebut haris disajikan atau
diberikan pada momen yang sesuai dengan perkembangan mereka. Montessori
menyebutkan beberapa prinsip dalam penggunaan benda dan atau alat bermain dalam
kelas Montessori sebagai berikut:
1. Setiap benda atau alat bermain
harus memiliki tujuan dan bermakna bagi anak;
2. Setiap benda atau alat bermain
harus harus menunjukkan perkembangan dari sederhana ke rumit dalam desain dan
penggunaannya.
3. Setiap benda atau alat bermain dirancang
untuk menyiapkan anak secara tidak langsung untuk belajar ke depan.
4. Setiap benda atau alat bermain
dimulai dari expesi kongkrit dan secara bertahap mengarahkan mereka pada
representasi yang lebih abstrak.
5. Setiap benda atau alat bermain
dirancang agar memungkinkan terjadinya auto-edukasi. Artinya kontrol kesalahan
berada pada benda tersebut bukan pada guru. Kontrol kesalahan ini akan
membimbing anak dalam menggunakan benda tersebut dan memungkinkan ia menyadari
kesalahannya sendiri dan memperbaikinya.
5.
Manfaat bermain bagi perkembangan
anak
a.
Bermain
memengaruhi perkembangan fisik anak
Bila anak mendapat kesempatan
untuk melakukan kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, maka
tubuh anak akan menjadi sehat. Otot-otot tubuh dapat berkembag dan menjadi
kuat. Selain itu, anggota tubuh mendapat kesempatan untuk digerakkan.
b.
Bermain
dapat digunakan sebagai terapi
Bermain
dapat digunakan sebagai media terapi karena selama bermain perilaku anak
terlihat lebih bebas. Selain itu, bermain adalah sesuatu yang secara alamiah
sudah ada dalam diri anak.
c.
Bermain
meningkatkan pengetahuan anak
Melalui
permainan anak prasekolah diharapkan akan menguasai konsep warna, ukuran,
bentuk, arah, dan besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa,
matematika, ilmu pengetahuan lain.
Saat
bermain, anak merasa bahwa dia bisa menciptakan seuatu yang baru dan berbeda
dari yang lain, hal tersebut akan memberikan perasaan puas kepada anak.
d.
Bermain
melatih penglihatan dan pendengaran
Kedua
indera ini membantu anak agar lebih mudah belajar mengenal dan mengingat
bentuk-bentuk atau kata-kata tertentu yang akhirnya memudahkan anak untuk
belajar membaca serta menulis.
e.
Bermain
memengaruhi perkembangan kreativitas anak
Dengan
bermain anak akan merasa senang, dan kreativitas anak pun meningkat,
kreativitas anak akan muncul sendirinya pada saat proses bermain.
f.
Bermain
mengembangkan tingkah laku sosial anak
Dengan
meningkatnya usia, anak perlu belajar berpisah dengan pengasuh dan ibunya. Anak
butuh diyakinkan bahwa perpisahan itu hanya bersifat sementara. Permainan ciluk
ba dan petak kumpet dapat memberi pengalaman itu.
g.
Bermain
memengaruhi nilai moral anak
Melalui
bermain, anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya karena banyaknya
larangan. Bila anak memperoleh kesempatan untuk menyalurkan perasaan tegang,
tertekan, dan menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya,
anak akan merasa legah dan rileks.
6.
Ragam permainan
A.
Permainan
aktif
Adalah
permainan yang menuntut anak agar aktif bergerak dan berperan serta.
Ciri-ciri
permainan aktif :
a.
Bermain
bebas dan spontan atau eksplorasi
Melakukan
segala hal yang diinginkan, tidak ada aturan dalam permainan tersbut.
b.
Drama
Menirukan
karakter yang disenanginya dalam kehidupan nyata atau yang dilihatnya dimedia.
c.
Bermain
musik
Bekerja
sama dalam bermusik, benyanyi, menari, dsb.
d.
Mengumpulkan
atau mengoleksi sesuatu
Menimbulkan
rasa bangga karena mempunyai koleksi lebih banyak dari temannya. Anak terdorong
untuk jujur, bekerja sama, dan bersaing.
e.
Permainan
olahraga
Anak
banyak menggunakan energi fisik, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak
belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan
kemampuannya realistis dan sportif.
B.
Permainan
pasif
Hiburan
merupakan salah satu bentuk bermain pasif. Dalam hal ini memperoleh kesenangan
bukan berdasarkan kegiatan yang dilakukan sendiri oleh anak.kegiatan yang tidak
terlalu bnayak melibatkan aktivitas fisik.
Jenis
permainan ini biasa digemari anak-anak yang memasuki usia remaja.
Permianan
ini anka hanya melihat dan mendengarkan saja tanpa dapat berpartisipasi dalam
permainan tersebut.
Contohnya
:
1.
Membaca
2.
Mendegarkan
radio
3.
Menonton
televisi dan film
4.
Mendengarkan
musik
7.
Implikasi Metode Montessori di
Taman Kanak-Kanak
Anak
taman kanak-kanak termasuk dalam kelompok umum prasekolah. Pada umur 2-4 tahun
anak ingin bermain, melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan,
bertanya, menirukan, dan menciptakan sesuatu. Pada masa ini anak mengalami
kemajuan pesat dalam keterampilan menolong dirinya sendiri dan dalam
keterampilan bermain. Seluruh sistem geraknya sudah lentur, sering mengulangi
perbuatan yang diminatinya dan melakukan secara wajar tanpa rasa malu. Di taman
kanak-kanak, anak juga mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan bahasa,
terutama dalam kosa kata. Hal yang menarik, anak-anak juga ingin mandiri dan
tak banyak lagi mau tergantung pada orang lain.
Sehubungan
dengan ciri-ciri di atas maka tugas dalam tahapan perkembangan yang harus
diemban anak-anak adalah:
1. Belajar keterampilan fisik yang
diperlukan untuk bermain.
2. Membangun sikap yang sehat
terhadap diri sendiri
3. Belajar menyesuaikan diri dengan
teman sebaya
4. Mengembangkan peran sosial
sebagai lelaki atau perempuan
5. Mengembangkan
pengertian-pengertian yang diperlukan dalam hidup sehari-hari
6. Mengembangkan hati nurani,
penghayatan moral dan sopan santun
7. Mengembangkan keterampilan dasar
untuk membaca, menulis, matematika dan berhitung
8. Mengembangkan diri untuk mencapai
kemerdekaan diri.
Montessori
memberikan gambaran peran guru dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan
kecerdasan, sebagai berikut:
a. 80 % aktifitas bebas dan 20 %
aktifitas yanag diarahkan guru
b. melakukan berbagai tugas yang
mendorong anak untuk memikirkan tentang hubungan dengan orang lain
c. menawarkan kesempatran untuk
menjalin hubungan social melalui interaksi yang bebas
d. dalil-dalil ditemukan sendiri,
tidak disajikan oleh guru
e. atauran pengucapan didapat
melalui pengenalan pola, bukan dengan hafalan
f. setiap aspek kurikulum melibatkan
pemikiran
Montessori,
mengatakan bahwa pada usia 3-5 tahun, anak-anak dapat diajari menulis, membaca,
dikte dengan belajar mengetik. Sambil belajar mengetik anak-anak belajar
mengeja, menulis dan membaca.
8.
Peran Guru dalam Metode
Montessori
Pada
masa usia 2 – 6 tahun, anak sangat senang kalau diberikan kesempatan untuk
menentukan keinginannya sendiri, karena mereka sedang membutuhkan kemerdekaan
dan perhatian. Pada masa ini juga mencul rasa ingin tahu yang besar dan
menuntut pemenuhannya. Mereka terdorong untuk belajar hal-hal yang baru dan
sangat suka bertanya dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu. Guru dan orang tua
hendaknya memberikan jawaban yang wajar. Sampai pada usia ini, anak-anak masih
suka meniru segala sesuatu yang dilakukan orang tuanya.
Perlu
diingat juga bahwa minat anak pada sesuatu itu tidak berlangsung lama, karena
itu guru dan orang tua harus pandai menciptakan kegiatan yang bervariasi dan
tidak menerapkan disiplin kaku dengan rutinitas yang membosankan. Anak pada
masa ini juga akan berkembang kecerdasannya dengan cepat kalau diberi penghargaan
dan pujian yang disertai kasih sayang, dengan tetap memberikan pengertian kalau
mereka melakukan kesalahan atau kegagalan. Dengan kasih sayang yang diterima,
anak-anak akan berkembang emosi dan intelektualnya, yang penting adalah
pemberian pujian dan penghargaan secara wajar.
Untuk
memfasilatasi tingkat perkembangan fisik anak, pada taman kanak-kanak perlu
dibuat adanya arena bermain yang dilengkapi dengan alat-alat peraga dan
alat-alat keterampilan lainnya, karena pada usia 2- 6 tahun tingkat perkembangan
fisik anak berkembang sangat cepat, dan pada umur tersebut anak-anak perlu
dikenalkan dengan fasilitas dan alat-alat untuk bermain, guna lebih memacu
perkembangan fisik sekaligus perkembangan psikis anak terutama untuk
kecerdasan.
BAB III
KESIMPULAN
Maria
Motessori, menekankan bahwa ketika anak bermain, dia akan mempelajari dan
menyerap segala sesuatu yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Oleh karena itu,
perencanaan dan persiapan lingkungan belajar anak harus dirancang dengan seksama
sehingga segala sesuatu dapat menjadi kesempatan belajar yang sangat
menyenangkan
Teori
Montessori menyatakan bahwa lingkungan atau alam sekitar yang mengundang anak
untuk menyenangi pembelajarannya. Bermain dengan media permainan yang
dipersiapkan pun menjadi penting seperti yang juga ditekankan oleh Mayke dalam
bukunya “Bermain dan Permainan”. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa bermain
memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang, menemukan
sendiri, bereksplorasi, mempraktikan, dan mendapat bermacam-macam konsep serta
pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Di sinilah proses pembelajaran
terjadi. Mereka mengambil keputusan, memilih, menentukan, mencipta, memasang,
membongkar, mengembalikan, mencoba, mengeluarkan pendapat dan memecahkan
masalah, mengerjakan secara tuntas, bekerja sama dengan teman, dan mengalami
berbagai macam perasaan
DAFTAR PUSTAKA
Papalia,Diane E., Olds,Sally,Wendkos.,Feldman,Ruth,Duskin,.2009.Human Development. Jakarta: Salemba
Humanika.
Santrock,John, W. 2009.Psikologi
Pendidikan. Jakarta : Salemba Humanika.
Santrock,John, W. 2012.Life-Span
Development. Jakarta : Erlangga
Triharso, agung. 2013. Permainan kreatif dan edukatif untuk anak
usia dini. Yogyakarta : C.V Andi offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar